Sesungguhnya
hal yang paling berhak diperhatikan ilmunya dan dicapai puncak
ma'rifatnya, adalah ilmu yang diridhoi Alah dan yang menunjukkan jalan
yang benar kepada pemiliknya. Yang itu semua terdapat dalam Kitabullah,
yang tidak ada keraguan sedikitpun di dalamnya. Turun dari-Nya tanpa
kebimbangan di dalamnya. Setiap pembacanya akan menemukan gudang yang
berlimpah dan pahala yang agung. Tidak ada kebatilan di hadapan dan di
belakangnya. Diturunkan oleh Yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji.
Dialah Al-Qur'an yang merupakan tali Allah yang kokoh, peringatan yang
penuh hikmah, halan yang lurus, tidak diselewengkan oleh hawa nafsu,
tidak tercampur lisan- lisan manusia, tak usang walau diulang-ulang,
tidak habis keajaibannya, tidak puas- puasnya para ulama mengambil
kandungannya.
Barangsiapa yang berucap dengannya akan
benar, barangsiapa yang mengamalkannya dijanjikan dengan pahala,
barangsiapa yang berhukum dengannya akan adil, barangsiapa yang menyeru
kepadanya akan ditunjukkan oleh Allah ke jalan yang lurus, barangisapa
yang meninggalkannya karena kesombongan akan dibinasakan oleh Allah dan
barangsiapa yang mencari petunjuk selainnya akan disesatkan oleh Allah.
Allah ber firman,
"Maka
jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku lalu barangsiapa yang mengikut
petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa
berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan
yang amat sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam
keadaan buta. Berkatalah ia, "Ya Rabbku, mengapa Engkau menghimpunkan
aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah orang yang
melihat?". Allah ber rnan, "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat
Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini, kamupun
dilupakan." (QS. Thoha: 123 - 126).(Majmu' Fatawa 13/330)
Pentingnya Ilmu Tafsir
Tidaklah Allah menurunkan Al-Qur'an
Al-Karim kepada manusia melainkan agar mereka memahaminya, memikirkan
dan mengamalkannya. Allah Ta'ala ber rman, Ini adalah sebuah kitab yang
Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan
ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai
kiran. (QS. Shod: 29)
Ibnu Jarir Ath-Thobari berkata, Di dalam hasungan Allah kepada hamba-hamba-Nya agar mereka mengambil ibroh dari ayat-ayat Al-Qur'an terpadat perintah yang mewajibkan mereka mengetahui tafsir ayat-ayat yang mampu diketahui oleh manusia. (Tafsir Thobari: 1/161.)
Ibnu Jarir Ath-Thobari berkata, Di dalam hasungan Allah kepada hamba-hamba-Nya agar mereka mengambil ibroh dari ayat-ayat Al-Qur'an terpadat perintah yang mewajibkan mereka mengetahui tafsir ayat-ayat yang mampu diketahui oleh manusia. (Tafsir Thobari: 1/161.)
Ibnu Mas'ud berkata: "Sungguh
seseorang di antara kami (sahabat) jika mempelajari sepuluh ayat dari
Al-Qur'an tidak akan melampauinya sampai dia mengetahui maknanya dan
mengamalkannya." (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya 1/60 dengan sanad yang shahih.)
Dan merupakan hal yang dimaklumi bahwa yang dimaksud dengan setiap perkataan adalah pemahaman makna-maknanya, bukan sekedar lafadznya. Maka Al-Qur'an lebih berhak untuk dipahami daripada semua perkataan. (Majmu' Fatawa: 13/332.)
Sa'id bin Jubair berkata : "Barangsiapa membaca Al-Qur'an kemudian tidak tahu tafsirnya, maka seakan-akan dia seperti orang buta atau orang badui (Arab gunung)". (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya 1/60 dengan sanad hasan.)
Dan merupakan hal yang dimaklumi bahwa yang dimaksud dengan setiap perkataan adalah pemahaman makna-maknanya, bukan sekedar lafadznya. Maka Al-Qur'an lebih berhak untuk dipahami daripada semua perkataan. (Majmu' Fatawa: 13/332.)
Sa'id bin Jubair berkata : "Barangsiapa membaca Al-Qur'an kemudian tidak tahu tafsirnya, maka seakan-akan dia seperti orang buta atau orang badui (Arab gunung)". (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya 1/60 dengan sanad hasan.)
Dan Allah telah mencela ahli kitab
karena mereka berpaling dari kitabullah yang diturunkan kepada mereka.
Mereka sibuk mengurusi dunia dan mengumpulkannya. Maka wajib bagi kita
kaum muslimin untuk berhenti dari apa yang dicela oleh Allah dan
melaksanakan perintah-Nya untuk mempelajari kitabullah dan memahaminya.
Allah ber firnan :
"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik". (QS. Al- Hadid: 16)
"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik". (QS. Al- Hadid: 16)
Imam Suyuthi berkata, "Para ulama telah sepakat bahwa ilmu tafsir termasuk dari fardhu-fardhu kifayah." (Al-Itqon Ulumil Qur'an: 2/385)
Dengan ungkapan senada, Al-Anshori berkata, "Pekerjaan yang paling mulia untuk digeluti manusia adalah tafsir Al-Qur'an." (Dinukil oleh Suyuthi dalam Al-Itqon: 2/386.)
Dengan ungkapan senada, Al-Anshori berkata, "Pekerjaan yang paling mulia untuk digeluti manusia adalah tafsir Al-Qur'an." (Dinukil oleh Suyuthi dalam Al-Itqon: 2/386.)
Macam-macam Tafsir
Secara umum tafsir dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu Tafsir bil ma'tsur dan tafsir bir ro'yi. Dibawah ini
kita jelaskan ada dua macam tafsir ini beserta hukumnya:
1. Tafsir bil ma’tsur
Tafsir bil ma’tsur adalah tafsir yang berlandaskan naqli (Dalil naqli yaitu dalil yang berasal dari Al-Qur'an atau As-Sunnah ) yang shahih, dengan cara menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an atau dengan sunnah, yang merupakan penjelas kitabullah. Atau dengan perkataan para sahabat yang merupakan orang- orang yang paling tahu tentang kitabullah, atau dengan perkataan tabi'in yang belajar tafsir dari para sahabat.
Tafsir bil ma’tsur adalah tafsir yang berlandaskan naqli (Dalil naqli yaitu dalil yang berasal dari Al-Qur'an atau As-Sunnah ) yang shahih, dengan cara menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an atau dengan sunnah, yang merupakan penjelas kitabullah. Atau dengan perkataan para sahabat yang merupakan orang- orang yang paling tahu tentang kitabullah, atau dengan perkataan tabi'in yang belajar tafsir dari para sahabat.
Cara tafsir bil ma'tsur adalah dengan
memakai atsar-atsar yang menjelaskan tentang makna suatu ayat, dan tidak
membicarakan hal-hal yang tidak ada faedahnya, selama tidak ada riwayat
yang shohih tentang itu. (Mabahits Ulumil Qur'an hal. 358.)
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : "Wajib
diketahui bahwa nabi telah menjelaskan makna-makna Al-Qur'an kepada
para sahabat sebagaimana telah menjelaskan lafadz-lafadznya kepada
mereka. Karena firman Allah : "agar kamu menerangkan pada umat manusia
apa yang telah dirurunkan kepada mereka" (QS. An-Nahl: 44) mencakup penjelasan lafadz-lafadz dan makna. (Majmu' Fatawa: 13/331)
Dan beliau juga berkata,
"Jika ada orang yang bertanya, "Apa jalan tafsir yang terbaik?" Maka jawabannya adalah : Yang paling shahih dari cara menafsirkan Al-Qur'an adalah menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an. Apa yang dimaksud mujmal di suatu ayat, dijelaskan di ayat lainnya. Apa yang diringkas dalam suatu ayat, diperpanjang di tempat yang lain. Kalau hal ini menyulitkanmu maka wajib bagimu mencarinya dalam sunnah Rasulullah, karena sunnah adalah pemberi keterangan Al-Qur'an dan penjelas baginya. Allah berfirrman : "Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan". (QS. An-Nahl: 44).
Dan beliau juga berkata,
"Jika ada orang yang bertanya, "Apa jalan tafsir yang terbaik?" Maka jawabannya adalah : Yang paling shahih dari cara menafsirkan Al-Qur'an adalah menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an. Apa yang dimaksud mujmal di suatu ayat, dijelaskan di ayat lainnya. Apa yang diringkas dalam suatu ayat, diperpanjang di tempat yang lain. Kalau hal ini menyulitkanmu maka wajib bagimu mencarinya dalam sunnah Rasulullah, karena sunnah adalah pemberi keterangan Al-Qur'an dan penjelas baginya. Allah berfirrman : "Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan". (QS. An-Nahl: 44).
Dan karena inilah Rasulullah bersabda : "Ketahuilah aku telah diberi Al-Qur'an dan yang semisalnya (yaitu As-Sunnah) bersamanya. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi, dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Hadits Hujjatun binafsihi hal. 32.)
Dan jika kita tidak menjumpai tafsir
dalam Al-Qur'an dan sunnah, maka kita merujuk kepada perkataan para
sahabat. Karena mereka lebih tahu tentang tafsir dengan apa-apa yang
mereka persaksikan dari Al-Qur'an dan keadaan-keadaan khusus bagi
mereka. Juga apa yang dimiliki mereka dari pemahaman yang sempurna, ilmu
yang shahih dan amal yang shahih. Dan jika kita tidak mendapatkan
tafsir dalam Al-Qur'an dan tidak juga dalam As-Sunnah dan tidak juga
dari perkataan para sahabat, maka banyak para imam yang merujuk kepada
perkataan tabi'in seperti Mujahid bin Jabr, Sa'id bin Jubair, Ikrimah,
Atho' bin Abi Robah, Al-Hasan Al-Bashri, Masruq bin Al-Ajda', Sa'in bin
Al-Musayyib, Abul 'Aliyah, Robi' bin Anas, Qotadah, Adh-Dhohak bin
Muzaahim dan yang selain mereka dari tabi'in. (Majmu' Fatawa13/363 -
369, 368 - 369 dengan sedikit ringkasan.)
Hukum Tafsir bil Ma’tsur.
Tafsir bil ma'tsur adalah yang wajib
diikuti dan diambil. Karena terjaga dari penyelewengan makna kitabullah.
Ibnu Jarir berkata : "Ahli tafsir yang paling tepat mencapai kebenaran
adalah yang paling jelas hujjahnya terhadap sesuatu yang dia tafsirkan
dengan dikembalikan tafsirnya kepada Rasulullah dengan khabar-khabar
yang tsabit dari beliau dan tidak keluar dari perkataan salaf. (Tafsir
Thobari: 1/66 dengan beberapa ringkasan.)
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah :
"Dan kita mengetahui bahwa Al-Qur'an telah dibaca oleh para sahabat,
tabi'in dan orang-rang yang mengikuti mereka. Dan bahwa mereka paling
tahu tentang kebenaran yang dibebankan Allah kepada Rasulullah untuk
menyampaikannya. (Majmu' Fatawa: 13/362.)
2. Tafsir Bir Ro’yi
Tafsir bir Ro’yi adalah tafsir yang berlandaskan pemahaman pribadi penafsir, dan istimbatnya dengan akal semata. (Mabahits Ulumil Qur'an, hal. 362)
Tafsir bir Ro’yi adalah tafsir yang berlandaskan pemahaman pribadi penafsir, dan istimbatnya dengan akal semata. (Mabahits Ulumil Qur'an, hal. 362)
Tafsir ini banyak dilakukan oleh ahli
bid'ah yang meyakini pemikiran tertentu kemudian membawa lafadz-lafadz
Al-Qur'an kepada pemikiran mereka tanpa ada pendahulu dari kalangan
sahabat maupun tabi'in. Tidak dinukil dari para imam ataupun pendapat
merek dan tidak pula dari tafsir mereka. (Majmu' Fatawa: 13/358.)
Seperti kelompok Mu'tazilah yang banyak
menulis tafsir berlandaskan pokok-pokok pemikiran mereka yang sesat,
seperti Tafsir Abdurrohman bin Kaisar, Tafsir Abu 'Ali Al-Juba'i, Tafsir
Al-Kabir oleh Abdul Sabban dan Al-Kasysyaf yang ditulis oleh
Zamakhsari. (Majmu' Fatawa: 13/357.)
Hukum Tafsir Bir Ro’yi
Adapun menafsirkan Al-Qur'an dengan akal semata, maka hukumnya adalah harom. Sebagaimana rman Allah, Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. (QS. Al-Isro': 36)
Rasulullah bersabda : "Barangsiapa yang berkata tentang Al-Qur'an dengan akalnya semata, maka hendaknya mengambil tempat duduknya di neraka. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya: 1/58 dengan yang shahih mauquf (terputus), tetapi mempunyai hukum marfu' (bersambung sampai kepada Nabi) karena berhubungan dengan hal ghoib yang tidak mungkin bersumber dari akal semata.)
Adapun menafsirkan Al-Qur'an dengan akal semata, maka hukumnya adalah harom. Sebagaimana rman Allah, Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. (QS. Al-Isro': 36)
Rasulullah bersabda : "Barangsiapa yang berkata tentang Al-Qur'an dengan akalnya semata, maka hendaknya mengambil tempat duduknya di neraka. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya: 1/58 dengan yang shahih mauquf (terputus), tetapi mempunyai hukum marfu' (bersambung sampai kepada Nabi) karena berhubungan dengan hal ghoib yang tidak mungkin bersumber dari akal semata.)
Karena inilah, banyak ulama salaf yang
merasa berat menafsirkan suatu ayat Al-Qur'an tanpa ilmu, sebagaimana
dinukil dari Abu Bakar Ash-Shiddiq bahwa ia berkata, Bumi manakah yang
bisa membawaku, dan langit manakah yang akan menaungiku jika aku
mengatakan sesuatu tentang Al-Qur'an yang aku tidak punya ilmunya?
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya: 1/58 dengan sanad yang
shahih.)
Dari Ibnu Abi Malikah bahwasanya Ibnu Abbas ditanya tentang suatu ayat yang jika sebagian di antara kalian ditanya tentu akan berkata tentangnya, maka ia enggan berkata tentangnya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya: 1/62-63 dengan sanad yang shahih.)
Dari Ibnu Abi Malikah bahwasanya Ibnu Abbas ditanya tentang suatu ayat yang jika sebagian di antara kalian ditanya tentu akan berkata tentangnya, maka ia enggan berkata tentangnya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya: 1/62-63 dengan sanad yang shahih.)
Berkata Ubaidullah bin Umar :
"Telah aku jumpai para fuqoha Madinah, dan sesungguhnya mereka
menganggap besar bicara dalam hal tafsir. Di antara mereka adalah Salim
bin Abdullah, Al-Qosim bin Muhammad, Sain bin Musayyib dan Na '. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya: 1/62 dengan sanad yang shahih.)
Masyruq berkata, "Hati-hatilah kalian dari tafsir, karena dia adalah riwayat dari Allah." (Diriwayatkan oleh Abu Ubaid dengan sanad yang hasan sebagaimana dinukil oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya: 1/12.)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : "Secara umum, barangsiapa yang berpaling dari madzhab sahabat dan tabi'in dan tafsir mereka kepada tafsir yang menyelisihinya, maka telah berbuat kesalahan, bahkan berbuat bid'ah (sesuatu hal yang baru yang tidak ada contohnya dari Rasulullah) dalam agama. (23Majmu' Fatawa: 13/361.) - Artikel: vbaitullah.or.id.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : "Secara umum, barangsiapa yang berpaling dari madzhab sahabat dan tabi'in dan tafsir mereka kepada tafsir yang menyelisihinya, maka telah berbuat kesalahan, bahkan berbuat bid'ah (sesuatu hal yang baru yang tidak ada contohnya dari Rasulullah) dalam agama. (23Majmu' Fatawa: 13/361.) - Artikel: vbaitullah.or.id.
0 Comments:
Posting Komentar