Peta Ideologi Pendidikan Menurut William O`neil

Pendidikan pada hakikatnya adalah sesuatu yang luhur karena di dalamnya mengandung misi kebajikan. Pendidikan tidaklah sekadar proses kegiatan belajar-mengajar an sich, melainkan juga sebagai proses penyadaran untuk menjadikan manusia sebagai "manusia". Dengan kata lain, pendidikan merupakan sarana untuk menjadikan manusia sebagai "manusia yang sadar diri".
Akan tetapi, siapa yang kemudian menyangka tatkala diskursus tersebut teraplikasikan dalam bentuknya yang riil-seperti dalam bentuk sekolah dan semacamnya-ia kerap kali terseret pada kepentingan, ideologi, dan politik?
Kenyataan bahwa pendidikan telah terbebani oleh politik, memang cukup ironis dan bahkan merupakan sesuatu yang timpang. Dalam konteks seperti ini, tampillah Paullo Freire dan Ivan Illich yang mengecam dan mengkritik tajam bahwa pendidikan yang selalu dimuliakan dan diasumsikan netral, sakral, dan mengandung kebajikan itu ternyata membawa penindasan (oppression). Semua itu, karena pendidikan dalam setiap langkahnya lebih sering terbebani peran produksi dan reproduksi dari bentuk ideologi dan politik.
Freire kemudian merancang model pendidikan sebagai aksi kultural dan transformasi sosial. Usaha Freire itu, tak pelak lagi telah melahirkan model pendidikan "yang membebaskan" di Dunia Selatan.
Sehubungan dengan masalah-masalah tersebut, maka munculnya buku Ideologi-Ideologi Pendidikan karya William F O'Neil yang diterjemahkan oleh Omi Intan Naomi ini layak disambut dengan gembira. Buku ini dapat dikatakan cukup baik untuk mengantarkan-latar belakang-terjadinya pertikaian di dalam politik pendidikan.
Karya pakar pendidikan dari Universitay of Southern California ini, juga disertai ulasan yang berimbang dalam menjelaskan setiap ideologi pendidikan yang telah dipetakan. Lebih dari itu, secara tidak langsung, lewat buku ini O'Neil telah mengantar pembaca pada persoalan paling mendasar dari sebuah pendidikan, apa makna atau hakikat dari sebuah pendidikan?
Pendidikan, kalau boleh diibaratkan, memang seperti seorang musafir yang sedang berada di persimpangan jalan. Jalan mana yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan, adalah suatu pilihan. Demikian juga dengan pendidikan, memilih jalan itu merupakan hal yang amat penting dan menentukan keberhasilan.
Akan tetapi, dalam pendidikan yang menjadi persoalan adalah; pendidikan mau melegitimasi sistem dan struktur sosial yang ada, ataukah berperan kritis dalam usaha melakukan perubahan sosial dan transformasi menuju dunia yang lebih adil? Dari adanya dua pilihan dilematis itulah, lahir berbagai ideologi dalam pendidikan.
O'neil memetakan ideologi pendidikan ke dalam dua paradigma utama pendekatan konservatif dan liberal. Paradigma konservatif, misalnya memang melihat adanya ketidaksejajaran dalam masyarakat, namun hal itu dianggap wajar dan merupakan hukum alamiah, tak bisa dihindari karena sudah digariskan oleh Tuhan.
Oleh karena itu, bagi kaum konservatif, keadaan sosial bukanlah sesuatu yang harus diperjuangkan. O'neil dalam buku ini, memerikan ideologi konservatif dalam tiga tradisi utama; fundamentalisme pendidikan, intelektualisme pendidikan, dan konservatisme pendidikan.
Sama seperti paradigma konservatif, paradigma liberal pun meyakini bahwa ada masalah dalam masyarakat. Akan tetapi, bagi kaum liberal, pendidikan tak ada kaitannya dengan persoalan politik dan ekonomi. Sungguh pun demikian, adanya usaha untuk menyesuaikan tetaplah dilakukan. Hal itu dicirikhaskan dalam tiga tradisi pokok paradigma liberal.
Liberalisme pendidikan, misalnya, lebih menekankan tujuan pendidikan jangka panjang. Dengan tekanan itu, dimaksudkan untuk melestarikan dan memperbaiki tatanan sosial yang ada, dengan cara mengajar setiap anak sebagaimana cara menangani masalah-masalah kehidupannya sendiri secara efektif. Sementara liberasionisme pendidikan beranggapan bahwa sasaran puncak pendidikan harus menjadi pendukung pembangunan.
Sejalan dengan itu, masyarakat mengikuti jalur yang sungguh-sungguh berkemanusiaan dengan menekankan perkembangan sepenuhnya pada potensi-potensi setiap orang sebagai makhluk manusia.
Adapun anarkisme pendidikan melihat bahwa kita harus menekankan kebutuhan untuk meminimalkan dan menghapuskan pembatasan-pembatasan kelembagaan terhadap perilaku personal, bahwa kita mesti melakukan deinstitusionalisasi masyarakat (masyarakat yang bebas lembaga). Sejalan dengan itu, pendekatan terbaik dengan jalan mempercepat humanistik berskala besar yang mendesak masyarakat dengan cara menghapuskan sistem sekolah.
Berbeda dengan pemetaan yang dilakukan oleh Henry Giroux dan Aronowitz (yang menambahkan paradigma kritis), O'neil-sebagaimana dijelaskan dalam pengantar buku ini-memang ingin memberikan tekanan yang oleh pakar pendidikan lain kurang dijelaskan secara komprehensif. Oleh karena itu, lewat buku ini, O'neil dengan panjang lebar telah menguraikan dan memberikan ulasan yang berimbang dari masing-masing ideologi pendidikan.
Toh, peta ideologi ala O'neil ini memang tidak menyertakan paradigma kritis, namun satu hal menjadi pilihan dalam rangka untuk mencari sosok yang ideal dalam ideologi pendidikan, ia tampaknya bisa bersikap adil, dan tak mau terjebak pada klaim sepihak. Setelah memberikan ulasan banding yang sistematis, dia melihat bahwa, "kebaikan tertinggi ada dalam kebahagiaan personal dan bahwa kebahagiaan semacam itu terutama merupakan persoalan perwujudan diri seorang manusia yang berbahagia pada intinya adalah orang yang mampu untuk menjadi apa yang secara potensial adalah dirinya sendiri" (hlm 527).
sumber : http://etalasebuku.com

Posting Komentar

0 Komentar