______________________________________________________________
Al-Irsyad berdiri setelah berdirinya Jamiat Khair yaitu organisasi yg
didirikan warga keturunan Arab di Jakarta yg hanya khusus bergerak
dalam bidang pendidikan. Salah satu tokoh penting dan sangat berpengaruh
adl Ahmad Soorkatty dari keturunan Sudan waktu itu termasuk wilayah
Mesir. Ahmad Surkati dilahirkan di pulau Arqu daerah Dunggulah Sudan. Ia
sudah menghafal Al-Qur’an di usia mudanya berkat ketekunan dan kasih
sayang ayahnya menggembleng anaknya yg juga merupakan ulama besar yg
terkenal. Setelah ayahnya meninggal dunia ia melanjutkan belajarnya ke
Al-Azhar Mesir. Sampai kemudian melanjutkan belajar di Makkah dan dgn
thesisnya tentang Al-Qadha wal Qadar ia meraih gelar Al ‘Allamah dgn
asuhan guru besar Syaikh Muhammad bin Yusuf Alkhayaath dan Syaikh
Syu’aib bin Musa Almaghribi.
Pengembaraannya ke Indonesia bermula dari permintaan Jami’at Khair di
Indonesia utk mengajar. Melalui perantaraan Syaikh Muhammad bin Yusuf
Al-Khayyath dan Syaikh Husain bin Muhammad Al-habsyi sampailah maksud
Surkati utk memenuhi permintaan Jami’at Khair dgn membawa bekal
keyakinan “mati di Jawa dgn berjihad lbh suci daripada mati di Makkah
tanpa jihad.” Akan tetapi setelah beberapa lama terjadi
ketidakharmonisan hubungan antara pihak Jami’at Khair dgn Surkati
akhirnya Surkati keluar dan kemudian setelah berdiri dan berkembangnya
pendidikan madrasah Al-Irsyad ia menjadi pengajar di madrasah Al-Irsyad.
Keberadaan Surkati di Al-Irsyad meroketkan organisasi tersebut jauh
meninggalkan Jami’at Khair. Di samping memang Jami’at Khair terdapat
banyak kelemahan di dalam sosiokulturalnya di antaranya masih memandang
tentang perbedaan status sosial.
Kedatangan Surkati di pulau Jawa bulan Maret 1911 ternyata kemudian
menjadi peristiwa penting dalam sejarah perkembangan Islam di Indonesia
yaitu sejarah pekembangan faham pembaharuan Islam di Indonesia terutama
krn kegiatannya yg suka bergelut dalam bidang pendidikan ketimbang
keorganisasian Al-Irsyad itu sendiri. Pada saat Ahmad Surkati mengujungi
sahabatnya Awad Sungkar Al-Urmei di Solo tahun 1912 dalam
perjalanannnya bertemu dgn tokoh pribumi yg sedang asyik membaca majalah
Almanar dan mengaguminya krn kemampuannya membaca bahasa Arab. Di
samping itu memang krn jalan pikirannya yg sama tentang pemahaman
pemurnian aqidah sehingga keduanya menjadi akrab. Dalam pertemuan dan
perkenalannya inilah terjadi tukar pikiran antara keduanya sampai pada
kesimpulan yg mengandung tekad mereka berdua utk sama-sama mengembangkan
pemikiran Muhammad Abduh di Indonesia.
Pada waktunya di kemudian berkembang pesatlah organisasi pembaharu yg
menjadi terkenal dan besar di Indonesia hingga saat ini yaitu Al-Irsyad
Al-Islamiyah dan kemudian menyusul pada tahun 1912 berdiri Muhamadiyah
oleh Ahmad Dahlan di Yogyakarta. Dan pada tahun 1923 berdiri pula
organisasi yg sepaham yaitu Persatuan Islam di Bandung.
Di dalam akte pendirian dan Anggaran Dasar Al-Irsyad yg disahkan oleh
Gubernur Jenderal Hindia Belanda tercatat pengurus pertamanya adalah
- Salim bin Awad Balweel sebagai ketua.
- Muhammad Ubaid Abud sebagai sekretaris.
- Said bin Salim Masy’abi sebagai bendahara.
- Saleh bin Obeid bin Abdat sebagai penasehat.
Setelah keluarnya beslit dari Gubernur Jenderal itu pada hari Selasa
tanggal 19 Syawwal /31 Agustus 1915 telah diadakan Rapat Umum Anggota.
Dalam rapat itu diputuskan susunan pengurus utk kepentingan intern
- Salim bin Awad Balweel sebagai ketua.
- Saleh bin Obeid bin Abdat sebagai wakil ketua.
- Muhammad Ubaid Abud sebagai sekretaris.
- Said bin Salim Masy’abi sebagai bendahara.
Pengurus ini dilengkapi dgn 19 orang sebagai komisaris yg
berkewajiban mengawasi jalannya perhimpunan dgn berbagai permasalahan yg
dihadapinya yaitu
- Ja’far bin Umar Balfas.
- Abdullah bin Ali Balfas.
- Abdullah bin Salmin bin Mahri.
- Abdullah bin Abdulqadir Harharah.
- Sulaiman bin Naji.
- Ahmad bin Thalib.
- Muhammad bin Said Aluwaini.
- Ali bin Abdullah bin ‘On.
- Mubarak bin Said Balwel.
- Awad bin Said bin Eili.
- Said bin Abdullah Basalamah.
- Awad bin Ja’far bin Mar’ie.
- Salim bin Abdullah bin Musa’ad.
- Said bin Salim bin Hariz.
- Aid bin Muhammad Balweel.
- Abud bin Muhammad bin Al-Bin Said.
- Ghalib bin Said bin Thebe’.
- ‘Abid bin Awad Al-’Uwaini dan
- Mubarak Ja’far bin Said.
Sayyid Abdullah bin Alwi Alatas merupakan tokoh pendukung utama yg
pada saat kelahiran Al-Irsyad sebagai penyumbang dana terbesar walaupun
tidak aktif dalam kepengurusan yaitu sekitar uang sejumlah 10.000 ton
beras jika dibandingkan jumlah beras pada waktu itu.
Selain itu terdapat tokoh-tokoh terhormat dan terpercaya lainnya yg
juga tidak masuk dalam kepengurusan seperti Sayyid Abdullah bin Abudakar
Al-Habsyi Sayyid Abdullah bin Salim Alatas dan masih banyak lagi
tokoh-tokoh lainnya.
Arah Perjuangan Dan Sifat Idiologi Al-Irsyad
Perjuangan dan cita-cita Al-Irsyad serta keyakinannya dapat dilihat
dalam apa yg disebut “Pedoman Asasi Al-Irsyad” yaitu Hakekat Al-Irsyad
Organisasi ini menamakan dirinya sebagai perhimpunan yg bertujuan
memurnikan pemahaman tauhid ‘ibadah dan ‘amaliyah Islam dan bergerak
dalam bidang pendidikan pengajaran kebudayaan dan dakwah Islam
serta kemasyarakatan berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah guna
mewujudkan pribadi Muslim dan masyarakat Islam menuju keridhoan Allah
SWT.
Mabadi’ Al-Irsyad
- Memahami ajaran Islam dari Al-Qur’an dan As-Sunnah dan bertahkim kepadanya.
- organisasi dan administrasi modern yg bermanfaat bagi pribadi dan ummat materiil dan spiituil.
- Bergerak dan berjuang secara terampil dan dinamis dgn pengorganisasian dan koordinasi yg baik bersama-sama organisasi-organisasi lain dgn cara ukhuwah Islamiyah dan setia kawan serta saling Bantu dalam memperjuangkan cita-cita Islam yg meliputi kebenaran kemerdekaan keadilan dan kebajikan serta keutamaan menuju keridhoan Allah.
- Beriman dgn aqidah Islamiyah yg berdasarkan nash-nash Kitab Al-Qur’an dan Sunnah yg sahih terutama bertahud kepada Allah yg bersih dari syirik takhayul dan khurafat.
- Beibadah menurut tuntunan Kitabullah dan Sunnah rasul-Nya bersih dari bid’ah.
- Berakhlak dgn adab susila yg luhur moral dan etik Islam serta menjauhi adat istiadat moral dan etik yg bertentangan dgn Islam.
- Memperluas dan memperdalam ilmu pengetahuan utk kesejahteraan duniawi dan ukhrawi yg diridhoi Allah SWT.
- Meningkatkan kehidupan dan penghidupan duniawi pribadi dan masyarakat selama tidak diharamkan oleh Islam dgn nash serta mengambil faedah dari segala alat dan cara teknis
Perkembangan oganisasi Al-Irsyad kurang begitu pesat jika
dibandingkan dgn organisasi yg lahir jauh sesudahnya seperti
Muhammadiyah dan NU. Hal ini bisa dilihat krn kebanyakan para pengurus
dan pendukung organisasi ini adl dari kalangan keturunan Timur Tengah .
Adanya jarak antara masyarakat keturunan Arab dgn pribumi menyebabkan
sosialisasi organisasi ini kurang menyentuh atau melebar ke masyarakat
pribumi.Dilihat dari pergerakan keorganisasiannya Al-Irsyad lbh
cenderung penekanannya dalam bidang sosial pendidikan. Mengenai masalah
perpolitikan organisasi ini cenderung bersifat netral atau kurang
menyentuhnya sehingga pada hal-hal yg justru mengandung nilai perjuangan
yg tinggi yaitu perjuangan utk ummat Islam dapat menjalankan
syari’atnya dgn kafah di negara RI kurang mendapat respon.
Hal ini tidak jauh berbeda dgn organisasi-organisasi keagamaan Islam
besar lainnya sepeti NU dan Muhamadiyah yg cenderung menerima Pancasila
sebagai satu-satunya dasar/azas negara RI dan UUD 1945 sebagai sumber
dari segala sumber hukum dgn alasan tidak ada larangan menjalankan
kebebasan agama di dalamnya. Sementara perjuangan penegakkan syari’at
Islam di Indonesia sebagian besar hanya dilakukan oleh tokoh-tokoh dan
kaum militan Islam dan sayangnya kelompok ini adl kelompok minoritas.
Memang jika dalam pemahaman yg netral universal Pancasila itu sendiri
diLihat dari redaksionalnya telah mewadahi berbagai umat beragama dan
kepercayaan utk melaksanakan sesuai keyakinannya tetapi sesungguhnya yg
terjadi selama ini adl pemahaman yg secara sepihak dibiaskan oleh
pemerintah menurut pemahamannya sehingga pelaksanaan “Kebebasan
menjalankan ibadah sesuai dgn agama dan kepercayaannya” sebagai nilai yg
terkandung di dalam sila pertama Pancasila tidak pernah terwujud dgn
menyeluruh.
Yang terwujud hanyalah masalah hukum-hukum seperti pernikahan waris
dan sejenisnya yg belum menyentuh kepada hukum-hukum yg lbh jauh yg
telah sedemikian detail ada dalam hukum syara’.Belum lama terdapat suatu
kejadian yg mungkin menjadi sejarah yg penting bagi pelaksanaan
hukum-hukum syari’at Islam di Indonesia tatkala kelompok Laskar Jihad
pinpinan Ja’far Umar Thalib di Maluku terjadi pelaksanaan hukum rajam
bagi pelaku zina sesuai syarat-syarat yg telah ditentukan menurut
syara’. Di sini seharusnya peran pemerintah sebagai fasilitator. Dimana
ada rakyatnya yg dgn suka rela mau menggunakan hukum syari’at Islam
sebagai keyakinannya dan pemerintah tidak perlu menghalanginya krn itu
adl keyakinan agamanya yg telah dijamin kebebasannya dalam Pancasila.
Tetapi malah justru pimpinan Laskar Jihad itu ditankap dan dipojokkan.
Kecuali jika si pelaku kejahatan itu tidak mau dan berlindung kepada
hukum negara barulah negara turut campur didalamnya.
Maka dalam hal ini para ulama telah lepas dan bebas dari kewajibannya
menjalankan hukum fardu kifayah kepada sipelaku zina tersebut dgn
beralihnya permasalahan hukum ke tangan pemerintah atas dasar “tidak ada
paksaan di dalam agama Islam.” Jikalau pemerintah memiliki alasan kuat
krn belum adanya undang-undang yg secara khusus mengatur hal itu
disitulah kesalahan yg fundamental. Hal ini krn mengesamingkan
pemasalahan dasar kehidupan beragama dan bernegara tidak tuntas dan lbh
mementingkan ekonomi dan duit yg terbukti di jaman reformasi sekarang
ini duit dan kekayaan hanya lari pada segolongan atau segelintir orang
sementara kebanyakan rakyat menderita kemiskinan pengangguran dan krisis
sosial yg berat. Kesenjangan sosial yg dahsyat ini sesungguhnya
mengandung ancaman yg sangat besar terhadap potensi perpecahan. Akibat
dari dasar pengaturan kehidupan sosial ekonomi keagamaan kenegaraan dan
tata kehidupan internasional yg tidak jelas inilah sumber dari segala
sumber mala petaka. Hukum fardu kifayah ummat utk ummat Islam di
Indonesia dapat menjalankan syariat secara kaffah masih mengena kepada
tiap yg mengaku bersungguh-sungguh memeluk agama Islam selama perjuangan
itu belum terwujud.
Pendidikan Sekolah Di Al-Irsyad
Al-Irsyad membagi jenjang pendidikannya sebagai berikut
- Awwaliyyah utk 3 tahun pelajaran
- Ibtidaiyyah utk 4 tahun pelajaran dimana kedua jenjang pendidikan ini erupakan pendidikan tingkat pemula atau dasar.
- Tajhiiziyyah utk 2 tahun pelajaran yg merupakan jenjang lanjutan atau menengah.
- Mu’allimin utk 4 tahun pelajaran yg mengarahkan murid-murid utk langsung mengajar sebaai asisten.
- Terakhir adl Takhassus utk masa 2 tahun pelajaran yaitu spesialisasi yg dipilih siswa.
Penjenjangan itu pada mulanya dilaksanakan pada kelas-kelas belum
pada sekolah artinya seluruhnya dalam satu sekolah dan satu bangunan.
Ini disebabkan krn beragamnya siswa dilihat dari segi usia
masing-masing. Siswa yg tingkat kecerdasannya tinggi bisa saja dalam
waktu singkat dipindahkan ke kelas yg jenjangnya lbh tinggi. Dengan
demikian seluruh jenjang itu tidak harus ditempuh siswa selama 13
tahun.Pada dasarnya di sekolah Al-Irsyad itu diajarkan pelajaran bahasa
Arab sebagai mata pelajaran terpenting sebagai alat utama utk memahami
Islam dari sumber-sumber pokoknya. Selain itu tekanan pendidikan juga
diarahkan kepada pelajaran Tauhid fiqh dan sejarah. Secara umum dapat
disimpulkan bahwa pendidikan di Al-Irsyad merupakan sarana pembentuk
watak cita-cita dan kemauan serta mengarahkannya kepada ajaran yg benar
dari Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pembaharuan yg memiliki pengaruh
jangka panjang sesuai dgn konsepsi Muhammad Abduh.
Tercatat sebagai tokoh-tokoh pendidikan yg terkenal yg menjadi pengajar pada Madrasah Al-Irsyad adalah
- Sayyid Muhammad Alattas lulusan Cairo.
- Syaikh Muhammad Al-Madani lulusan Al-Azhar Cairo.
- Syaikh Abu Zayd Al-misri lulusan Al-Azhar Cairo .
- Syaikh Ahmad Surkati lulusan darul Ulum Makkah.
- Syaikh Ahmad Al-Aqib Al-Anshari lulusan Al-Azhar Cairo .
- Abul Fadhel Sati Al-Anshary lulusan College Gordon Sudan .
- Muhammad Al-Hasyimi lulusan AZ-Zaitun Tunisia .
- Syaikh Hasan Hamid Al-Anshary lulusan Syari’ah Wad-diin Sudan .
- Syaikh Muhammad Nur Al-Anshary lulusan Syari’ah Wad-diin Sudan .
- Syaikh Hasan Abu Ali Ats Tsiqah lulusan Darul ‘Ulum Makkah.
- Sutan Abdul Hamid guru bahasa Arab dan sederetan nama-nama besar lainnya.
Daerah Penyebaran
Pada tanggal 29 Agustus 1917 Al-Irsyad membuka cabangnya yg pertama
di Tegal dgn diketuai oleh Ahmad Ali Baisa. 20 Nopember 1917 disahkan
keputusan pembukaan cabang Al-Irsyad yg kedua yaitu di Pekalongan dgn
ketua pertama kalinya Said bin Salim Sahaq.Cabang Al-Irsyad yg ketiga
dibuka di Bumiayu pada tangal 14 Oktober 1918 dgn ketuannya yg pertama
Husein bin Muhammad Alyazidi.Pada tanggal 31 Oktober 1918 Al-Irsyad
membuka cabangnya yg ke empat di Cirebon dgn ketua petamanya Ali Awad
Baharmuz.
21 Januari 1919 dibuka cabang ke lima di Surabaya. Pembukaan cabang
di Surabaya ini dinilai sebagai peristiwa amat penting dalam sejarah
Al-Irsyad krn kedudukan Surabaya waktu itu sebagai pusat kegiatan
pergerakan Islam dan tempat berdomisilinya para pemuka masyarakat
Muslimin pada waktu itu. Cabang ini pertama kalinya diketuai oleh
Muhammad bin Rayis bin Thaib.Dari tahun 1927 sampai dgn tahun 1931 telah
tercatat bedirinya cabang-cabang Al-Irsyad di Lhoseumawhe Menggala
Sungeiliat Labuan Haji dan Talewang Pamekasan Probolinggo Krian Jombang
Bangil Sepanjang Semarang Comal Pemalang Purwoketo Gebang Indramayu
Cibadak Sindanglaya dan Solo.Sampai tahun 1970-an Al-Irsyad telah
tersebar cabangnya sampai ke seluruh propinsi Sulawesi Utara. Dan hingga
sekarang pada umumnya tiap propinsi telah berdiri cabang Al-Irsyad.
Sumber file al_islam.chm
0 Comments:
Posting Komentar