Suatu hari, Umar bin Khattab sedang dalam perjalanan bersama pasukannya. Saat melihat seorang nenek di pinggir jalan, Umar berhenti dan meminta nasihat. Wanita itu pun memberinya tausiyah. Lama sekali.
Meskipun lama, Umar fokus mendengarkan nasihatnya, hingga kumandang azan Zhuhur bergema. Karena penasaran, salah satu anggota pasukan kemudian bertanya, "Wahai Amiral Mukminin, untuk apa kau mendengarkan nasihat wanita itu lama sekali?" Umar menjawab, "Andai tak ada kumandang azan, aku akan tetap mendengarkan nasihatnya sampai dia puas mengingatkanku."
Seakan menjawab rasa penasaran pasukannya, Umar bin Khattab melanjutkan, "Bagaimana mungkin Umar bertolak meninggalkannya sedangkan doa wanita itu telah pernah diijabah langsung oleh Allah SWT." Ya, wanita tua itu adalah Khaulah binti Tsa'labah yang menjadi sebab turunnya ayat-ayat Alquran surah al Mujadilah. Wanita itu tak dikenal publik, tetapi dikenal di langit. Seperti Jibril yang menyampaikan kepada Rasulallah SAW tentang keutamaan Abu Dzar al-Gihfari. Dia tidak populer di bumi, tapi populer di langit.
Suatu hari, Rasulullah SAW tengah bersama Malaikat Jibril (alaihi salam), kemudian datang Abu Dzar al-Ghifari, Jibril berkata, "(Lihatlah) datang Abu Dzar."
Rasulallah SAW bertanya, "Kalian para malaikat mengenalinya?" Jibril menjawab, "Dia sangat terkenal di kalangan kami, bahkan lebih terkenal daripada di kalangan kalian." Rasulullah SAW bertanya lagi, "Bagaimana dia bisa memiliki keutamaan itu?" Jibril menjawab, "Karena dia selalu rendah hati dan rajin membaca qul huwallahu ahad..." (Tafsir al-Kabir, Imam Fakhrurrazi).
Saudaraku, mintalah nasihat dari orang lain, sebab boleh jadi orang yang kita anggap "biasa-biasa saja", ternyata punya nilai istimewa di hadapan Allah, Dzat Yang Mahakuasa. Ambillah pelajaran dari nasihat-nasihat itu seperti ketika kita menunjuk orang lain.
Ternyata, hanya satu jari terarah kepada orang lain, empat jari lainnya mengarah ke pa da diri kita sendiri. Apa maknanya? Nasi hatilah dirimu sendiri sebelum menasihati orang lain. Dengan makin sering meminta nasihat, bukan berarti kita lebih rendah dan hina. Namun, sebab sering kali semut di seberang lautan tampak, sedangkan gajah di pelupuk mata tak kasat mata. Maka, jika mata kita terpapar debu saja, kita perlu bantuan orang lain untuk me niupnya. Begitulah indahnya nasihat dalam Islam agar hati kita tak beku dan mati.
Kadang, nasihat itu bukan tentang apa isinya, tetapi dari siapa kita ingin mendengarnya. Seperti ketika kita mendengar nasihat dari kedua orang tua kita. Kata yang terucap mungkin sama dari orang lain, tapi energi dan auranya berbeda.
Ketika Allama Iqbal, penyair filsuf Pakistan, merasa letih, dia meminta nasihat dari ayahnya. Ayahnya berpesan, "Nak, bacalah Alquran, resapilah maknanya seakan-akan ia diturunkan untukmu." Nasihat itu telah memberi energi pada puisi-puisi Iqbal yang sarat makna dengan pesan-pesan agama. Saudaraku, pujian dapat meracunimu. Nasihat membangun jiwa dan kepribadianmu. Wallahu a'lam. (Inayatullah Hasyim) Islam digest