Kapan Idul Fitri 1436 H (Sebuah Deskripsi dari berbagai Metode)

Bulan Ramadhan 1436 H sudah memasuki masa akhir, dan seperti biasa di media sosial atau media cetak ramai mengangkat isu tentang penentuan 1 Syawal atau Idul Fitri, yang lazim di Indonesia baru dapat diketahui melalui sidang itsbat yang akan digelar oleh Kementerian Agama RI pada tanggal 29 Ramadhan 1436 H. Bahkan, polemik tentang penentuan bulan hijriyah pun menjadi inspirasi bagi sineas Indonesia untuk membuat sebuah film yang berjudul “Mencari Hilal”. 

Seperti biasa terjadi di negeri kita, seperti menjadi rutinitas tahunan dengan hampir tibanya perayaan-perayaan hari besar, maka sejalan juga dengan hadirnya pertanyaan “Kapan Lebaran (Idul Fitri) ?”.  Kembali kepada judul diatas yang juga selaras dengan pertanyaan masyarakat menjelang akhir Ramadhan, maka jawaban yang paling tepat adalah bahwa Idul Fitri jatuh pada tanggal 1 Syawal. Namun, yang kita ketahui mengapa sering terjadi perbedaan Idul Fitri dan bulan hijriyah lainnya, jawaban yang simpel adalah karena tanggal 1 Syawal nya berbeda-beda.

Mengapa bisa terjadi perbedaan, dari banyak aspek terkait perbedaan penetapan bulan hijriyah khususnya Ramadhan-Syawal-Dzulhijjah, yang menjadi penentu perbedaan adalah bukan lagi antara “mazhab” rukyat dan “mazhab” hisab” walau masih ada juga yang benar-benar meganut rukyat murni seperti NU yang menjadikan hasil rukyat sebagai penentu masuk tidaknya bulan baru dengan dibantu/dibimbing oleh data astronomis, perbedaan juga terjadi karena kriteria yang dipegang  dalam menentukan masuknya bulan baru dalam menginterpretasi data astronomis seperti Pemerintah melalui Kemenag RI dengan IR 2-3-8 (IR MABIMS), Muhammadiyah dengan kriteria Wujudul Hilal, dan PERSIS dengan IR 4-6,4 (IR LAPAN).

Di Indonesia sendiri, sering dikaitkan bahwa perbedaan terjadi antara Muhammadiyah yang berpedoman kriteria wujudul hilal dan NU yang berpedoman kepada hasil rukyat, mengingat dua ormas Islam ini secara kuantitatif merupakan representasi umat Islam di Indonesia, maka perbedaan penetapan antara kedua ormas Islam ini menjadi penting dan penentu bagi umat Islam di Indonesia, selain keputusan sidang itsbat yang digelar oleh Kementerian Agama. Pemerintah sendiri melalui Kementeria Agama dalam menentukan bulan hijriyah khususnya Ramadhhan-Syawal-Dzulhijjah berpedoman pada kriteria Imkanur Rukyat MABIMS atau sering di istilahkan IR 2-3-8. Selain dua ormas Islam diatas, ada PERSIS (Persatuan Islam) yang menggunakan kriteria Imkanur Rukyat LAPAN  atau sering di istilahkan sebagai IR 4-6,4. 


Sebelum membahas lebih jauh tentang kriteria-kriteria diatas, akan penulis sedikit beri gambaran tentang konsep dan pemahaman sederhana agar dapat memahami kriteria-kriteria tersebut, mengingat banyak istilah-istilah yang bagi masyarakat awam kurang familiar seperti elongasi, altitude, beda azimut dan lain sebagainya.
Jika dalam koordinat Bumi sering kita dengan lintang dan bujur, dalam astronomi ada beberapa sistem koordinat yang lazim untuk menentukan letak benda-benda langit dilihat dari Bumi, seperti :
1)      Sistem Koordinat Galaktik,
2)      Sistem Koordinat Ekliptik,
3)      Sistem Koordinat Ekuatorial, dan
4)      Sistem Koordinat Horizon (Alt-Az)
  


Gambar 2. Sistem Koordinat Horizon

Yaitu sistem koordinat dimana pengamat  di permukaan Bumi pusat dan terdapat bola khayal besar  tak hingga yang disebut bola langit, pada gambar misalnya kita ingin mengetahui posisi bintang A, untuk ketinggian (altitude) dinyatakan dalam busur R-A, sedangkan untuk posisi horizontal (azimut) direpresentasikan  oleh busur U-T-S-B-R (jika sistem yang digunakan Utara sebagai acuan, dan ini digunakan untuk sistem horizon internasional) atau S-B-R (jika yang digunakan S sebagai acuan).
Dalam sistem koordinat horizon  inilah sering kita dengar dalam penjelasan-penjelasan mengenai ‘ketiggian Bulan’ atau ‘ketinggian hilal’, untuk menjelaskan beberapa istilah-istilah tersebut berikut penulis berikan gambaran sederhana :




Gambar 3. Animasi Konsep 

Dari gambar 3 diatas, merupakan animasi kondisi posisi-posisi Matahari dan Bulan yang menempati bola langit khayal pada sistem koordinat horizontal, walau garis-garis terllihat lurus tetapi dalam bola langit khayal tersebut garis-garis tersebut merupakan garis busur, gambar 3 merupakan gambaran ketika Matahari terbenam di ufuk Barat (garis hitam mendatar merepresentasikan horizon) beberapa istilah yaitu :
Ø  Ketinggian hilal atau Bulan, yaitu jarak antara Bulan dengan horizon dilihat oleh pengamat dari permukaan Bumi, pada gambar 3 ditunjukkan pada garis berwarna orange, sering disimbilkan dengan h atau altitude (alt),
Ø   Elongasi Bulan dan Matahari, yaitu jarak sudut antara Bulan dan Matahari dilihat  oleh pengamat dari permukaan Bumi, disimbolkan  aL, pada gambar 3 ditunjukkan oleh garis merah,
Ø  Beda altitude Bulan dan Matahari, yaitu  beda altitude antara Bulan dan Matahari dilihat oleh pengamat dari permukaan Bumi, disimbolkan aD, pada gambar 3 ditunjukkan oleh garis berwarna biru,
Ø  Beda Azimut Bulan dan Matahari, yiatu beda azimut antara Bulan dan Matahari dilihat oleh pengamat dari permukaan Bumi, disimbolkan DAz, pada gambar 3 ditunjukkan oleh garis berwarna hijau.

Setelah mengetahui konsep dasar dan istilah-istilah yang digunakan, penulis akan sajikan data astronomis pada tanggal 16 Juli 2015 diambil dari aplikasi Accurate Hijri Calculatr 2.2.1 karya Abdurro’uf untuk lokasi Jakarta Pusat (Latitude : 6o11’8” S, Longitude : 106o4946” E), ditampilkan pada gambar 4  :




 Gambar 4. Data Astronomis 16 Juli 2015 M Dengan Aplikasi AHC dari Abdurro'uf

Dari data diatas, didapatkkan :
Ø  Tanggal Ijtimak/Konjungsi         : Kamis, 16 Juli 2015
Ø  Waktu Ijtimak/Konjungsi            : Pkl. 1:24:24 (UT) / Pkl. 8:24:24 (LT/WIB)
Ø  Matahari
o   Terbenam                         : Pkl. 17:52:36 WIB
o   Azimut                             : 291:24:26 (291,4074)
Ø  Bulan (Hilal)
o   Terbenam                         : Pkl. 18:14:19 WIB
o   Altitude                             : 2:32:10 (2,5361)
o   Azimut                              : 29:7 (286,4853)
o   Elongasi                            : 57:55 (5,9653)
o   Beda Azimut (DAz)          : 55:19 (4,9221)
o   Iluminasi                           : 0,006 %
o   Umur Bulan (Hilal)           : 9:28:12
o   Beda Terbenam (Lag)       : 0:21:4

Setelah konsep dan data astronomis sudah penulis sajikan, maka mari kita melihat kriteria-kriteria yang digunakan.
Nahdlatul ‘Ulama
Berdasarkan buku  “Pedoman Rukyat dan Hisab” yang diterbitkan oleh Lajnah Falakiyah Nahdlatul ‘Ulama (LFNU) tahun 2006, pada Hasil-Hasil Seminar Penyerasian Methode Hisab dan Rukyat,  menyatakan bahwa :
Arahan dan pembahasan, poin b ;
“Bahwa penetapan awal bulan Ramadhan dan awal Syawal menurut pendapat yang mu’tamad/rajih, harus didasarkan atas ru’yatul hilal atau istikmal”
(Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama,. 2006. Pedoman Rukyat dan Hisab Nahdlatul Ulama. Cetakan ke-2. Jakarta : LFPBNU. Hal. 2)
Poin c :
“Pengertian ru’yatul hilal adalah ru’yatul hilal bil fi’li tanpa alat. Adapun ru’yatul hilal bil fi’li dengan menggunakan alat (madhdharah) masih memerlukan pengkajian lebih lanjut, sesuai dengan adanya dua pendapat yang berkembang di kalangan para ulama. Oleh karena itu ru’yat . . .. Sedangkan yang dimaksud istikmal adalah penyempurnaan bilangan haru bulan Sya’ban menjadi 30 hari untuk penetapan awal Ramadhan dan penyembpurnaan bilangan hari Ramadhan menjadi 30 hari untuk menetapkan awal Syawal. Istikmal yang dimaksud di sini didasarkan atas hasil ru’yat”
(Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama,. 2006. Pedoman Rukyat dan Hisab Nahdlatul Ulama. Cetakan ke-2. Jakarta : LFPBNU. Hal. 2)
Maka, untuk ormas NU kepastian kapan masuknya 1 Syawal 1436 H (Idul Fitri) masih menunggu hasil tim perukyat yang disebar di seluruh Indonesia oleh PBNU. Ada 2 skenario yang akan terjadi, yaitu :
1)      Jika salah satu tim perukyat yang disebar di seluruh Indonesia berhasil melihat hilal pada waktu setelah Matahari terbenam pada Kamis, 16 Juli 2015 maka NU akan ber-Idul Fitri pada hari Jum’at, 17 Juli 2015, dan
2)      Jika tidak ada salah satupun yang berhasil melihat hilal pada hari tersebut, maka bilangan Ramadhan digenapkan menjadi 30 hari (Istikmal). Dan NU akan ber-Idul Fitri pada hari Sabtu, 18 Juli 2015.
Untuk kapan kepastian NU ber-Idul Fitri masih harus menunggu hasil rukyat, dan sebagai bahan pertimbangan untuk tinggi hilal pada Kamis, 16 Juli 2015 yang hanya 2,5o sangat sulit untuk dilihat, seperti disampaikan oleh Prof. Thomas Djamaludin dari LAPAN "Pada 16 Juli tinggi bulan di wilayah Indonesia secara umum kurang dari tiga derajat, secara astronomi itu mustahil bisa dirukyat," (lihat : http://www.merdeka.com/peristiwa/lapan-sebut-idul-fitri-kemungkinan-jatuh-tanggal-18-juli-2015.html)

Muhammadiyah
Muhammadiyah  dengan berpedoman kepada hisab hakiki Wujudul Hilal, seperti dijelaskan dalam buku “Pedoman Hisab Muhammadiyah” yang diterbitkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Cetakan ke-2 tahun 2009.
“dalam penentuan awal bulan kamariah, hisab sama kedudukan dengan rukyat (Putusan Tarjih XXVI, 2003). Oleh karena itu penggunaan hisab dalam penentuan awal bulan kamariah adalah sah dan sesuai dengan Sunnah Nabi SAW”
(MTT PP Muhammadiyah. 2009. Pedoman Hisab Muhammadiyah. Cetakan ke-2. MTT PPM : 2009. H. 73)
Untuk kriteria yang digunakan adalah :
“Hisab yang dimaksud dan digunakan untuk penentuan awal bulan baru kamariah di lingkungan Muhammadiyah adalah hisab hakiki wujudul hilal. Dalam hisab hakiki wujudul hilal, bulan baru kamariah dimulai apabila terpenuhi tiga kriteria berikut : (1) telah terjadi ijtimak (konjungsi), (2) ijtimak (konjungsi) itu terjadi sebelum Matahari terbenam, dan (3) pada saat terbenamnya Matahari piringan atas Bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah wujud)”
(MTT PP Muhammadiyah. 2009. Pedoman Hisab Muhammadiyah. Cetakan ke-2. MTT PPM : 2009. H. 78).
Dari kriteria dan datas astronomis, maka Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1436 H (Idul Fitri) masuk setelah Matahari terbenam pada tanggal 16 Juli 2015 M, dan ber-Idul Fitri pada tanggal 17 Juli 2015 M, dan PP Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dan Tajdid telah memberikan surat keputusan tentang penetapan Ramadhan-Syawal-Dzulhijjah 1436 H yaitu “Maklumat PP Muhammadiyah nomor : 01/MLM/I.0/E/2015, tentang “Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah” .





(lihat : http://www.muhammadiyah.or.id/id/download-maklumat-751.html dan http://www.muhammadiyah.or.id/muhfile/download/1436%20H/Penjelasan%20Hasil%20Hisab%201436%20H.pdf)

PERSIS
Sebagaimana diketahui, ormas PERSIS berpedoman pada Imkanur Rukyat LAPAN atau dikenal dengan istilah IR LAPAN atau IR 4-6,4. Menurut Ustadz Mohammad Iqbal Santoso selaku Ketua Dewan Hisab dan Rukyat PP. PERSIS menyatakan :
“Kriteria hisab Imkanur Rukyat Persatuan Islam tersebut adalah : awal bulan hijriyyah dapat ditetapkan jika setelah terjadi ijtima, posisi Bulan pada waktu ghurub (terbenam Matahari) di wilayah Indonesia sudah memenuhi syarat : (1) beda tinggi antara Bulan dan Matahari miimal 4 derajat, dan (2) Jarak busur antara Bulan dan Matahari minimal sebesar 6,4 derajat”
(lihat : https://pemudapersisjabar.wordpress.com/artikel/mohammad-iqbal-santoso/hisab-imkanur-rukyat-kriteria-awal-bulan-hijriyyah-persatuan-islam/)
Dan berdasarkan data astronomis pada Kamis, 16 Juli 2015 dan kriteria yang di pedomani oleh PERSIS, maka tanggal 1 Syawal 1436 H menurut PERSIS jatuh pada tanggal 18 Juli 2015 M, dan untuk itu PERSIS telah mengeluarkan surat edaran nomor : 2005/JJ-C.3/PP/2015, tentang “Awal Ramadhan, Syawal & Dzulhijjah 1436 H/2015 M”.



(lihat : https://www.facebook.com/photo.php?fbid=1010051499005143&set=a.676998415643788.1073741829.100000009065588&type=1&theater#)

Pemerintah/Kemenag RI
Pemerintah Indonesia, melaui Kementerian Agama Republik Indonesia dalam menentukan awal Ramadhan-Syawal-Dzulhijjah berpedoman pada kriteria Imkanur Rukyat MABIMS atau dikenal dengan istilah IR 2-3-8, yaitu bulan baru masuk ketika :
o   Tinggi hilal minimal 2o,
o   Elongasi Bulan dan Matahari minimal 3o, dan
o   Umur Bulan minimal 8 jam.
(lihat : https://tdjamaluddin.files.wordpress.com/2011/09/keputusan-lokakarya-krietria-awal-bulan-ditandatangani.pdf)
Lalu bagaimana jika tim perukyat yang diterjunkan oleh Kemenag RI tidak satupun berhasil merukyat, kejadi ini pernah menjadi pertanyaan pada penentuan Idul Fitri tahun 1434 H/2013 M, seperti ;
“Kalau terjadi perbedaan antara hisab IR dengan hasil rukyat, kemungkinan akan dipertimbangkan juga  penggunaan Fatwa MUI No. Kep/276/MUI/VII/1981 yang membolehkan penetapan awal bulan berdasarkan hisab saja bila bulan sudah imkan rukyat (mungkin dirukyat), walau hilal tidak terlihat. Hal itu pernah terjadi saat sidang itsbat 1987.  Karena hasil hisab IR sepakat bahwa Idul Fitri jatuh pada 8 Agustus 2013 dan mengingat Fatwa MUI 1981, kemungkinan besar Idul Fitri jatuh pada 8 Agustus 2013. Namun, kepastiannya kita harus menunggu hasil sidang itsbat. Demi persatuan, kita harus menghargai adanya otoritas tunggal (Pemerintah) dan mematuhi keputusannya yang sudah mempertimbangkan aspek ilmiah dan fikih dalam musyawarah yang dihadiri para ulama, pakar hisab rukyat, dan perwakilan ormas-ormas Islam”
(lihat : https://tdjamaluddin.wordpress.com/2013/07/29/ayo-belajar-hisab-imkan-rukyat-kasus-syawal-1434/)

Kesimpulan :
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan untuk penentuan Idul Fitri 1436 H, yaitu :
1)      Muhammadiyah dengan berpedoman hisab hakiki wujudul hilal menentukan 1 Syawal 1436 H jatu setelah Matahari terenam pada tanggal 16 Juli 2015 M, dan ber-Idul Fitri pada tanggal 17 Juli 2015 M,
2)      Nahdlatul ‘Ulama dalam menentukan 1 Syawal 1436 H yaitu dengan menunggu hasil rukyat pada saat Matahari terbenam hari Kamis, 16 Juli 2015, dengan kemungkinan :
o   Jika ada salah satu tim rukyat yang berhasil melihat, maka NU akan memasuki tanggal 1 Syawal sesaat setelah Matahari terbenam pada 16 Juli 2015, dan ber-Idul Fitri hari Jum’at tanggal 17 Juli 2015 M,
o   Jika tidak ada satupun perukyat yang berhasil, maka bilangan Ramadhan 1436 H akan digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari, dan NU akan ber-Idul Fitri 1436 H pada hari Sabtu, 18 Juli 2015M.
3)      PERSIS dalam surat edarannya menyatakan bahwa :
o   Berdasarkan kriteria yang dipedomani PERSIS yaitu IR 4-6,4 dan data astronomis pada tanggal 16 Juli 2015 M yang belum memenuhi kriteria, maka 1 Syawal 1436 H jatuh sesaat setelah Matahari terbenam pada tanggal 17 Juli 2015 dan ber-Idul Fitri 1436 H pada Sabtu, 18 Juli2015,
o   Jika pada saat Matahari terbenam hari Kamis, 16 Juli 2015 ada lebih dari 1 tempat dilakukannya rukyat hilal dan dibuktikan dengan citra, maka PERSIS akan 1 Syawal 1436 H jatuh sesaat setelah Matahari terbenam pada tanggal 16 Juli 2015 M dan ber-Idul Fitri 1436 H pada Jum’at, 17 Juli 2015 M.
4)      Pemerintah dengan berpedoman pada Imkanur Rukyat MABIMS atau IR 2-3-8 dan data astronomis, akan menentukan 1Syawal 1436 H :
o   Berdasarkan data astronomis tanggal 16 Juli 2015 M, maka telah memenuhi kriteria IR 2-3-8, dan jika pemerintah konsisten akan kriteria tersebut dengan memperhatikan pula Fatwa MUI No. Kep/276/MUI/VII/1981, maka 1 Syawal 1435 H masuk setelah Matahari terbenam pada Kamis 16 Juli 2015 M dan ber-Idul Fitri 1436 H pada Jum’at, 17 Juli 2015 M,
o   Walau berdasarkan data astronomis telah memenuhi kriteria IR 2-3-8, namun Pemerintah memilih lebih condong kepada “mazhab” rukyat, dimana masuk tidaknya 1 Syawal berdasarkan hasil rukyat pada Kamis 16 Juli 2015 M (yang artinya Pemerintah inkonsistensi terhadap kriteria yang dipedomaninya), serta pertimbangan bahwa data astronomis menunjukkan bahwa tinggi hilal pada saat itu hanya 2,5o dan secara astronomis sangat sulit untuk dilihat, yang artinya tidak satupun tim perukyat yang berhasil melihat hilal, maka pemerintah akan menetapkan 1 Syawal 1436 H masuk sesaat setelah maghrib pada Jum’at 17 Juli 2015 M da ber-Idul Fitri 1436 H pada hari Sabtu 18 Juli 2015, berarti pemerintah pun melakukan istikmal seperti yang dilakukan oleh NU.

Demikian paparan singkat terkait kapan jatuhnya 1 Syawal 1436 H, semoga dapat memberikan sedikit informasi terhadap masyarakat atas pertanyaan terkait kapan Idul Fitri. Jika ada perbedaan terhadap penetapan Idul Fitri, maka seyogyanya bagi kita umat Islam harus menunjukkan sikap toleransi yang sudah terbukti sangat baik kita terapkan dalam kehidupan atau dalam perbedaan-perbedaan penetapan bulan hijriyah di tahun-tahun yang lalu.

Wa Allahu a’lam bishshowwab

Sumber : kapan-idul-fitri-1436-h

Posting Komentar

0 Komentar