Minggu, 03 Juli 2016

Arti
Istilah yang digunakan untuk merujuk pelaksanaan zakat ini adalah al-fithr dan al-fithrah. Penggunaan istilah al-fithr (Zakat Fitri) adalah dengan merujuk kepada hari raya ‘Idul Fitri (‘Id Al-Fithr) di mana waktu terbit pada hari tersebut menjadi batas pelaksanaannya. Sedangkan penggunaan istilah Al-Fithrah (Zakat Fitrah) adalah merujuk kepada firman Allah Swt dalam surat Ar-Rum ayat 30:
“(tetaplah) fitrah Allah yang telah menetapkan fitrah manusia.”
 Zakat Fitri disebut juga dengan Shadaqah Fitri. Menurut Imam An-Nawawi, Al-Fithrah adalah nama sesuatu yang dikeluarkan untuk zakat ini. Ia bukanlah bahasa Arab yang bisa di-i’rab, ia adalah terminologi yang dipakai oleh para ahli fiqih (fuqaha) yang seakan-akan berasal dari kata Al-Fithrah yang bermakna asal kejadian (al-khilqah), atau zakat asal kejadian (zakatul khilqah).  [Abu Zakarya An-Nawawi (w. 676 H), Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzhab]  

Dalil
Sebagaimana dikemukakan Syaikh Wahbah Az-Zuhaili, dalil pensyariatan Zakat adalah hadits dari Ibnu ‘Umar yang diriwayatkan oleh Para Imam (Al-Jama’ah) kecuali Ibnu Majah berikut:
“Rasulullah Saw mem-fardhukan Zakat Fitrah bulan Ramadhan kepada manusia berupa 1 sha’ tamr atau 1 sha’ sya’ir bagi setiap orang merdeka atau budak, laki-laki atau perempuan, dari kalangan kaum muslimin.”  

Hukum
Berdasarkan dalil-dalil naqli dan ijma’ ulama, hukum  Zakat Fitrah adalah wajib bagi orang yang memenuhi ketentuan.  

Siapa Yang Diwajibkan Zakat Fitrah?
Zakat fitrah diwajibkan bagi orang-orang yang memenuhi kriteria berikut:
1.   Islam. Tidak ada kewajiban Zakat Fitrah bagi orang Kafir. Adapun hukum Zakat Fitrah bagi orang Murtad adalah sama dengan hukum Zakat Maal-nya.
2.   Hidup menjumpai saat matahari tenggelam pada akhir bulan Ramadhan.
3.   Ada kelebihan makanan pada waktu tersebut untuk pemenuhan kebutuhan makan dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya untuk malam dan hari ‘Id.
4.  Seseorang yang memenuhi kriteria di atas juga diwajibkan mengeluarkan Zakat Fitrahnya orang-orang yang menjadi tanggungan nafkahnya; anak, istri dan budaknya. Seorang anak tidak ada kewajiban mengeluarkan Zakat Fitrah kedua orang tuanya.  

Berapa Kadarnya?
Kadar Zakat Fitrah yang harus dikeluarkan adalah takaran 1 sha’ makanan pokok daerah setempat (qutul balad). 1 sha’ jika dikonversi ke dalam satuan liter, pendapat yang dipilih oleh Syaikh Wahbah A-Zuhaili, adalah setara dengan 2,75 liter dan jika dikonversi ke dalam satuan kg adalah setara dengan kisaran 2,5 s.d 3 kg [belakangan ini, MUI memilih 3 kg]. Dalam rangka mengambil sikap aman dan berhati-hati (lil ihtiyath), sebaiknya memilih pendapat yang mengatakan 3 kg.  

Bolehkah Dikonversi dengan Uang?
Mayoritas Madzhab mengatakan bahwa Zakat Fitrah harus dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok wilayah setempat (quutul balad) dan tidak boleh dikonversi dengan uang (bil qiimah).
Namun, Hanafiyah membolehkannya karena tujuan Zakat Fitrah adalah membantu kecukupan penerimanya. Bantuan ini bisa dalam bentuk uang, dan bahkan ini lebih membantu pemenuhan kebutuhan mereka.  

Kapan Waktunya?
1.  Wajib
Hanafiyah
Menurut Hanafiyah, Zakat Fitrah wajib dikeluarkan pada saat terbitnya fajar pada tanggal 1 Syawal atau pada Hari Raya ‘Idul Fitri. Hal ini sesuai dengan penamaan Zakat Fitrah, yang merujuk kepada ‘Idul Fitri, juga kepada arti al-fithr (berbuka/tidak puasa). Implikasinya adalah, tidak ada kewajiban zakat fitrah bagi orang yang meninggal sebelum terbit fajar atau orang yang masuk Islam atau lahir sesudah terbit fajar pada Hari Raya ‘Idul Fitri. Demikian menurut Hanafiyah.  
Mayoritas Madzhab
Menurut mayoritas Madzhab, Zakat Fitrah wajib sebab tenggelamnya matahari pada malam pertama Hari Raya ‘Idul Fitri (malam tanggal 1 Syawal). Hal ini di antarnya didasarkan pada penamaan al-fithr, yaitu waktu berbuka pertama di mana sesudahnya tidak ada kewajiban puasa lagi (kewajiban puasa Ramadhan tahun tersebut).  
2.  Sunnah
 Ulama sepakat akan kesunnahan menunaikan Zakat Fitrah adalah setelah terbit fajar sebelum Shalat ‘Id.  
3.  Ta’jil
Yang dimaksud dengan Ta’jil dalam hal ini adalah mengeluarkan Zakat Fitrah sebelum waktu yang diwajibkan. Yang demikian ini menurut Syafi’iyah diperbolehkan sejak awal bulan Ramadhan (tanggal 1 Ramadhan), menurut Malikiyah dan Hanabilah diperbolehkan sejak satu atau dua hari sebelum Hari Raya ‘Idul Fitri (sebelum waktu ini, Zakat Fitrah tidak sah karena tidak terpenuhinya tujuan untuk memberikan kecukupan kepada penerima zakat di malam Hari Raya).  
4.  Ta`khir
 Mengeluarkan Zakat Fitrah sesudah pelaksanaan Shalat ‘Id pada tanggal 1 Syawal tanpa ada halangan berhukum Haram. Meskipun telah melewati batas waktu, kewajiban Zakat Fitrah tidak menjadi gugur dan tetap menjadi tanggungannya sampai ia menunaikannya sebagaimana kewajiban Shalat yang tetap menjadi tanggunan meski telah lewat waktu.  

Niat Zakat Fitrah
 Hal yang membedakan nilai sebuah aktivitas adalah niatnya. Demikain halnya dengan Zakat, agar ia bernilai Zakat, maka harus diniati. Niat adalah termasuk aktivitas hati. Jadi niat bukan dilakukan oleh lisan. Adapun yang biasa diucapkan (nawaitu….) itu adalah lafazh niat yang boleh diucapkan dan boleh tidak. Niat Zakat Fitrah dilakukan dalam hati dan ditentukan apakah itu adalah Zakat Fitrahnya, istri atau anaknya.  

Penerima

 Sebagaimana dijelaskan dalam Surat At-Taubah ayat 60, ulama mengatakan bahwa yang berhak penerima Zakat Fitrah adalah: fakir, miskin, ‘amil zakat, mu`allaf, budak (riqab), orang yang terlilit hutang (gharim), orang yang berjuang di jalan Allah dan orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan (ibnu sabil). Zakat Fitrah harus sudah jatuh ke tangan orang-orang yang berhak menerimanya sebelum batas waktu pelaksanaannya habis sebagaimana dijelaskan di atas. Untuk menghindari  hal-hal yang tidak diinginkan, ada baiknya mengeluarkan Zakat Fitrah dengan memperhatikan “jarak aman” dan tidak perlu mengejar keutamaan (sesudah fajar sebelum pelaksanaan Shalat ‘Id) jika pada akhirnya justru mendatangkan kesulitan dan keluar batas waktu. Wallaahu a’lam. 


Senin, 07 Maret 2016

Di suatu pagi seorang gila berlari ke pasar lalu berteriak: “Aku mencari Tuhan! Aku mencari Tuhan!”. Orang lalu berkerumun menontonnya. “Memangnya, Tuhan pergi ke mana, Dia lari atau pindah rumah?”, Tanya seorang penonton di pasar itu sinis. Orang gila itu menatap tajam semua orang yang monontonnya di pasar itu lalu bertanya “Coba [terka] kemana Tuhan pergi? Tak ada jawaban. Orang gila itu menjawab sendiri “Aku mau mengatakan kepada kalian. Kita telah membunuhnya. Ya kita semua telah membunuhnya!”
Kisah diatas hanyalah metaforika Nietszche (1844-1900), filosof proklamator kematian Tuhan di Barat. Metafora ini tentu menjengkelkan. Jangankan membunuh Tuhan, membunuh makhluk saja dianggap jahat. Tapi Nietszche juga jengkel pada sesuatu yang disebut Tuhan. Tuhan baginya hanya ada dalam pikiran. Tuhan tidak wujud diluar sana. Ia memang ateis tulen. Lho, kalau begitu Tuhan yang mana yang ia bunuh? Sebentar!
Ateisme ala Nietszche bukan tanpa preseden. Orang Barat nampaknya sudah lama gerah dengan agama. “Siapapun yang beragama pasti tidak bebas”, kata Nietszche.
Agama dianggap mengebiri kebebasan. Dulu menjadi sekuler pun susah, apalagi ateis. Sedikit-sedikit dituduh ateis. Ateis bahkan hampir seperti plesetan dan penghinaan. “Kamu ateis!” sama maksudnya dengan “Kamu anarkis! Kamu komunis!” Ateis malah bisa berarti sifat orang tidak saleh.

Selasa, 12 Januari 2016

       I.            PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
       Ilmu mantiq berasal dari kata kerja”nataqa” yang berarti berbicara, istilah lain yang digunakan adalah logika, berasal dari bahasa yunani “ logos” yang berarti perkataan atau pikiran yang benar. Dalam perkataan sehari-hari memiliki arti “menurut akal”. Seperti argumentasi logis, artinya argumentasi menurut akal atau masuk akal, demikian pula sebaliknya.
Tetapi logika sebagai istilah berarti suatu metode atau teknik yang diciptakan untuk meneliti ketepatan penalaran, sehingga untuk memahami apa logika itu, maka harus memiliki pengertian yang jelas tentang penalaran dan penalaran adalah suatu bentuk pemikiran. Sedang bentuk-bentuk pemikiran adalah dimulai dari yang paling sederhana, yakni; pengertian (conception), pernyataan (proposition) dan penalaran (reasoning).

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian penyimpulan?
2.      Apa definisi penyimpulan langsung dan macam-macamnya?

Business

Business

BTemplates.com

Sports
Diberdayakan oleh Blogger.

Comments

Recent

Bottom Ad [Post Page]

Search

Find Us On Facebook

Advertisement

Ads

Featured Video

Video Example

Subscribe Us

Video Of Day

Video Example

Text Widget

Sample Text

About Me

Foto saya
Alumni UMSIDA, sekarang berkhidmat sebagai Guru Madrasah Pinggiran

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Footer Logo

Footer Logo

YOUR PERFECT STYLE

Nam eget nisi mauris. Donec purus lacus, congue eget tortor sed, dapibus pretium ante

Breaking News

Sponsor

Ads

Full width home advertisement

BTemplates.com

Ads

Flickr Images