SEJARAH PUASA

Puasa  adalah  ibadah yang wajib di kerjakan oleh seluruh Umat islam di seluruh belahan dunia. Oleh karena itu, sebagai umat Islam yang taat beragama, kita harus mengerti dan menjalankan Puasa seperti apa yang telah diperintahkan Allah SWT.
Akan tetapi tidak lengkap rasanya jika kita melakukan suatu perbuatan, tetapi kita tidak mengetahui sejarah tentang sesuatu yang kita kerjakan tersebut. Oleh karena itu, sebagai umat Islam yang diwajibkan berpuasa, alangkah sempurnanya jika kita mengetahui sejarah tentang puasa itu sendiri.

Rumusan Masalah
Apa pengertian dari puasa

Bagaimana sejarah puasa umat terdahulu

Perbedaan puasa yang dilakukan umat islam dan non Islam

Tujuan :
- Agar kita dapat mengetahui sejarah tentang Puasa
- Agar kita dapat mengetahui tentang Puasa yang dilakukan umat terdahulu
- Agar kita dapat mengetahui manfaat dari puasa


BAB I
DEFINISI PUASA

puasa berarti menahan, baik menahan makan, minum, bicara dan perbuatan. Seperti yang ditunjukkan firman Allah, suratMaryam ayat 26 :
“Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa demi Tuhan yang Maha Pemurah, bahwasanya aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini”.
(Q.S. Maryam : 26).
Sedangkan secara terminologi, puasa adalah menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa dengan disertai niat berpuasa. Sebagian ulama mendefinisikan, puasa adalah menahan nafsu dua anggota badan, perut dan alat kelamin sehari penuh, sejak terbitnya fajar kedua sampai terbenarnnya matahari dengan memakai niat tertentu. Puasa Ramadhan wajib dilakukan, adakalanya karena telah melihat hitungan Sya’ban telah sempurna 30 hari penuh atau dengan melihat bulan pada malam tanggal 30 Sya’ban. Sesuai dengan hadits Nabi saw.
“Berpuasalah dengan karena kamu telah melihat bulan (ru’yat), dan berbukalah dengan berdasar ru’yat pula. Jika bulan tertutup mendung, maka genapkanlah Sya’ban menjadi 30 hari.”
Diambil dari buku “Pilar-pilar Islam dalam al-Sunnah” karya Prof. Dr. Umar Hasyim, oleh M. Rofiq Mu’allimin.

Sedangkan Menurut Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahîh Muslim, serta al-Hâfidz Ibn Hajar al-Asqalâni dalam Fath al-Bârî, puasa secara bahasa mengandung pengertian al-imsak (menahan diri). Sedangkan menurut pengertian syari’at, puasa adalah menahan makan dan minum serta yang membatalkannya, pada waktu, dan dengan syarat-syarat yang bersifat khusus. Dengan kata lain, puasa secara syar’i adalah, “Menahan diri dari makan, minum, jima’ dan lain-lain yang kita diperintahkan untuk mendahan diri daripadanya sepanjang hari menurut cara yang telah disyari’atkan; disertai dengan menahan diri dari perkataan sia-sia, perkataan yang merangsang, perkataan yang diharamkan dimakruhkan menurut syarat-syarat dan waktu yang telah ditetapkan.”
Ibadah puasa disyari’atkan sejak bulan Ramadhan tahun ke 2 hijrah.
puasa juga berasal dari kata “ saum “.
Kata saum makna aslinya berpantang dalam arti sebenar-benarnya (al-imsaku ‘anil-fi’li), mencakup pula berpantang makan, bicara, dan berjalan. Seekor kuda yang berpantang makan dan berjalan, disebut saim. Demikian pula angin pada waktu mereda, dan siang hari pada waktu mencapai tengah-tengahnya, juga disebut saum.
Kata saum dalam arti berpantang bicara, digunakan oleh Qur’an Suci dalam wahyu Makkiyah permulaan: “Katakanlah, aku bernazar puasa kepada Tuhan Yang Maha-pemurah, maka pada hari ini aku tak berbicara dengan siapa pun” (19:26). Menurut istilah syari’at Islam, kata saum atau siyam berarti puasa, atau berpantang makan dan minum dan hubungan seksual mulai waktu fajar hingga matahari terbenam.

BAB II
SEJARAH PUASA UMAT TERDAHULU

Sejarah Puasa Umat-Umat terdahulu
Puasa adalah salah satu dari tiga ibadah yang sama tuanya dengan umur manusia di muka bumi ini. Dua ibadah lainya adalah shalat, seperti disebutkan dalamsuratal-Mudatstsir [74]: 40-43, dan Qurban seperrti disebutlan dalamsuratal-Ma’idah [5]: 27. Sementara ibadah puasa terdapat dalamsuratal-Baqarah; 184 :
…كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: “…Sebagaimana telah diwajibkan juga kepada orang-orang yang sebelum kamu mudah-mudahan kamu bertaqwa”
|Tentang hal ini ada beberapa pendapat :
Pendapat mengatakan bahwa yang dimaksud umat-umat terdahulu itu adalah sejak Nabi Adam sampai umat sekarang. Pendapat ini didasarkan pada riwayat Ibnu abi Hatim.”Puasa ramadhan diwajibkan oleh Allah SWT kepada umat-umat sebelum kamu.”
Umat-umat terdahulu itu adalah ahli kitab, yahudi dan Nashrani. Pendapat ini diriwayatkan dari mujtahid dan |Ibnu Abbas.
Diriwayatkan dari sya’bi yang mengatakan bahwa umat-umat terdahulu hanyalah kaum nasrani.

Pada mulanya puasa itu dilaksanakan setelah shalat Isya’ atau setelah tidur sampai terbenamnya matahari. Puasa seperti ini sangat berat bagi kaum muslimin. Kemudian Allah meringankan dengan dimulai dari terbit fajar sampai terbenemnya matahari, yang kemudian hal ini menjadi ketetapan.
Adapun sebab peringatan dari Allah tersebut adalah seperti dalam kasus Umar Bin Khattab yang menggauli istrinya pada malam ramadhan, lalu ia menyampaikan kepada nabi, kemudian turunlah ayat : “Di halalkan bagi kamu malam hari untuk menggauli istri-istrimu.
.
Dalam sebuah sumber disebutkan bahwa nabi Adam as. sesampainya di bumi setelah diturunkan dari sorga akibat dosa dan kesalahan yang dilakukan, dia bertaubat kepada Allah swt dan berpuasa selama tiga hari setiap bulan. Itulah yang kemudian dikenal dengan puasa hari putih yang juga sunah untuk dikerjakan pada setiap tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan.
Nabi Daud as juga melaksanakan puasa, bahkan dalam waktu yang cukup lama yaitu setengah tahun, di mana nabi Daud berpuasa satu hari dan berbuka satu hari begitulah selama satu tahun. Al-Qurthubi, dalam kitab al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, menyebutkan bahwa Allah telah mewajibkan, puasa kepada Yahudi selama 40 hari, kemudian umat nabi Isa selama 50 hari. Tetapi kemudian mereka merubah waktunya sesuai keinginan mereka. Jika bertepatan dengan musim panas mereka menundanya hingga datang musim bunga. Hal itu mereka lakukan demi mencari kemudahan dalam beribadah. Itulah yang disebut nasi.’
seperti disebutkan dalamsuratat taubah: 37 :
إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُحِلُّونَهُ عَامًا ..
Artinya: “Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mensesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah…”
Hal itu menggambarkan betapa umat Yahudi selalu menghindarkan diri untuk melaksanakan ibadah dengan sempurna sesuai aturan Tuhan. mereka menginginkan puasa dilaksanakan selalu pada musim dingin atau musim bunga yang siangnya lebih pendek dari malam, berbeda dengan puasa pada musim panas, disamping suhu yang panas siang juga lebih panjang dari malam hari. Sehingga, puasa akan terasa sangat sulit dan melelahkan.
Namun, begitulah hikmahnya Allah memerintahkan puasa berdasarakan perjalan bulan bukan matahari agar puasa dirasakan pada semua musim dan semua kondisi. Sebab, jika puasa berdasarkan perjalan matahari, maka ibadah puasa akan selau berada dalam satu keadaan.
Jika tahun ini puasa di mulai pada musim panas, maka selamanya puasa akan berada pada musim panas. Berbeda dengan perjalanan bulan yang selalu berubah, di mana jika tahun ini puasa dilaksanakan pada musim panas, maka tahun depan atau beberapa tahun kemudian puasa akan dilaksanakan pada musim dingin atau semi dan seterusnya. Begitulah yang disebutkan Allah swt, dalamsuratal-Baqarah: 186 :
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
Artinya: …Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu,…
Dalam sebuah riwayat juga ditemukan bahwa umat Yahudi berpuasa pada setiap tanggal 10 Muharram, sebagai syukur atas keselamatan Musa dari kejaran Fir’aun. Maka Nabi SAW juga memerintahkan umatnya untuk berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram yang dikenal dengan puasa hari Asyura.
Umat Yahudi juga diperintahkan berpuasa 1 hari pada hari ke 10 bulan ke 7 dalam hitungan bulan mereka selama sehari semalam. Sementara masyarakat Mesir kuno, Yunani, Hindu, Budha, juga melaksanakan puasa berdasarkan perintah tokoh agama mereka. Umat Nashrani juga berpuasa dalam hal-hal tertentu, seperti puasa daging, susu, telur, ikan, bahkan berbicara.
 Seperti yang pernah dilakukan Maryam ibu Nabi Isa sebagaimana dalamsuratMaryam [19]: 26 :
إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا
Artinya: “…Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini”.
Mengetahui sejarah puasa umat terdahulu penting untuk diketahui agar kita jangan mencontoh puasa umat lalu, seperti umat Yahudi yang memilih waktu puasa seenaknya bukan menurut aturan Allah. sebab, ibadah yang lakukan dengan “kelicikan” kerugiannya akan diderita oleh manusia itu sendiri.
Kita juga harus menyadari bahwa puasa adalah ibadah yang pelaksanaannya menuntut keimanan dan kesadaran. Ibadah puasa adalah untuk manusia itu sendiri. Bukankah Allah menegaskan bahwa tujuan puasa adalah untuk perubahan ke arah yang lebih baik. Puasa akan menjadikan manusia berubah dari tingkat mukmin menjadi muttaqin.
Untuk bisa berubah ke arah dan bentuk yang lebih baik, bukan hanya manusia yang berpuasa, akan tetapi sebagian binatangpun ketika bermetamorfosa (merobah wujud) juga berpuasa, seperti halnya kupu-kupu yang berubah dari ulat yang bentuk dan rupanya jelek dan berjalan melata, menjadi seekor kupu-kupu yang bersayap dan berawarn indah serta bisa terbang karena berpuasa.
Sebenarnya puasa sudah menjadi salah satu ibadah yang paling terkenal di dunia sejak zaman dahulu. Mulai dari zaman manusia menyembah kekuatan-kekuatan alam hingga roh-roh gaib, sampai mereka mengenal tuhan-tuhan ‘baru’ yang diajarkan oleh para Nabi dan Biksu.
Puasa semula dijadikan ajang untuk melatih diri agar lebih dekat dengan Yang Maha melalui penderitaan menahan keinginan-keinginan manusiawi. Puasa berlandaskan juga pada rasa ketidakberdayaan manusia di hadapan tuhan-tuhannya. Lewat ‘penyiksaan’ itu, manusia yang melakukannya merasa damai dan lebih tenang karena merasa sudah menunjukan kepasrahan, merendah, kepada Sang Maha.
Tokoh-tokoh filsafat Yunani menganjurkan para pengikutnya untuk puasa. Puasa ini dianggap sebagai jalan untuk menyelami hakikat seorang manusia sejati. Sebelum berperang, bangsa Romawi mempuasakan pasukannya terlebih dahulu demi mendapatkan kemenangan. Suku Indian di Amerika melakukan puasa demi mendapatkan ilham dan mempertajam penglihatan gaib mereka. Sementara itu, di Mesir puasa dianggap sebagai salah satu bentuk kesadaran atas kesalahan yang telah dilakukan.
Parapendeta Hindu melakukan puasa setiap kali mereka akan menghadapi sebuah upacara keagamaan. Hari Raya Nyepi di Bali dijalani dengan menahan diri atas berbagai kegiatan. Tentunya ini juga sebuah bentuk lain dari puasa. Biksu-biksu Budha juga sering melakukan puasa dalam rangka introspeksi diri. Di samping itu, salah satu persyaratan ketat untuk menjadi seorang Biksu adalah menjauhi berbagai hal duniawi.
Orang-orang Yahudi melakukan puasa konon dalam tiga kesempatan. Pertama, ketika bersiap melaksanakan tugas keagamaan. Kedua, saat-saat duka. Ketiga, pada saat menghadapi kesulitan hidup sebagai bentuk pertobatan kepada Tuhan. Meski tidak diakui sebagai perintah dari Alkitab, namun umat Kristen juga melaksanakan puasanya sebagai bentuk melepaskan diri dari keterikatan duniawi.
Demikianlah puasa pada awalnya dalam sejarah dunia, kemudian mengalami berbagai perubahan, dari mulai bentuk, waktu, dan jenis pantangan yang dilakukan. Tujuannya pun kelak berubah menjadi tak lagi semata menghamba pada penguasa alam semesta, melainkan memenuhi kebutuhan dan mengharap keuntungan secara pribadi. Banyak yang melaksanakan puasa di kemudian hari sebagai sarana memperbaiki kesehatan fisik, mendapatkan bentuk tubuh ideal (langsing), atau sekedar menjelang pembedahan yang akan dijalaninya di rumah sakit.
Kelak puasa juga populer sebagai bentuk protes terhadap keadaan yang terjadi di masyarakat sebagaimana yang dilakukan oleh Mahatma Gandhi saat memprotes kekerasan yang merajalela di India dan ‘puasa’ alias mogok makan yang dilakukan oleh para mahasiswa atau aktivis yang tidak setuju dengan kebijakan pemerintah.
Tak hanya manusia, hewan-hewan pun menjalani ‘puasa’ mereka masing-masing. Ayam menjalani puasanya selama mengerami telur. Ular berpuasa demi menjaga kesehatan kulitnya. Ulat berpuasa selama menjadi kepompong hingga berubah jadi kupu-kupu. Beruang menjalani puasanya selama musim dingin dengan membuat liang di dalam tanah.
Ternyata puasa sudah menjadi bagian yang sedemikian dekatnya dengan kehidupan makhluk-makhluk Allah di atas dunia. Tak heran kemudian jika puasa menjadi hal yang sudah sedemikian lazimnya di tengah masyarakat dunia khususnyaIndonesia. Tentu saja, sebagai negara dengan minoritas muslim terbesar di dunia, puasa diIndonesialebih mewakili kegiatan kalangan Muslim setiap
Adaempat bentuk puasa yang telah dilakukan oleh umat terdahulu, yaitu:
Puasanya orang-orang sufi, yakni praktek puasa setiap hari dengan maksud menambah pahala. Misalnya puasanya para pendeta
Puasa bicara, yakni praktek puasa kaum Yahudi. Sebagaimana yang telah dikisahkan Allah dalam Al-Qur’an, suratMaryam ayat 26 :
“Jika kamu (Maryam) melihat seorang manusia, maka katakanlah, sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk tuhan yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini” (Q.S. Maryam :26).
Puasa dari seluruh atau sebagian perbuatan (bertapa), seperti puasa yang dilakukan oleh pemeluk agama Budha dan sebagian Yahudi. Dan puasa-puasa kaum-kaum lainnya yang mempunyai cara dan kriteria yang telah ditentukan oleh masing-masing kaum tersebut.
Sedang kewajiban puasa dalam Islam, orang akan tahu bahwa ia mempunyai aturan yang tengah-tengah yang berbeda dari puasa kaum sebelumnya baik dalam tata cara dan waktu pelaksanaan. Tidak terlalu ketat sehingga memberatkan kaum muslimin, juga tidak terlalu longgar sehingga mengabaikan aspek kejiwaan. Hal mana telah menunjukkan keluwesan Islam.

BAB III
MACAM-MACAM PUASA

Adatiga jenis puasa untuk orang beriman, yakni puasa wajib, puasa sunnah, puasa haram. Salah satu daripuasa sunnah adalah puasa yang dilaukan oleh zakariyah dan maryam, yaitu puasa berbicara.
Mengenai puasa sunnah maryam, tuhan berkata kepadanya ketika Isa telah di kandungnya, “Makanlah dan minumlah, dan berbahagialah. Bila engkau melihat seorang manusia, katakanlah sesungguhnya aku telah berniat untuk berpuasa sehingga aku tidak akan berbicara pada siapapun hari ini.”
Madzhab hanafi berpendapat bahwa puasa ada 8 macam, yaitu :
Puasa fardhu muayyan, seperti puasa bulan ramadhan yang dilakukan tepat pada waktunya.
Puasa fardhu ghairu muayyan, seperti puasa ramadhan yang di qadha’, dan puasa kafarat.
Puasa wajib muayyan, seperti puasa nadzar yang jenis dan waktunya ditetapkan.
Puasa wajib ghairu muayyan, seperti puasa nadzar mutlak (yang ditentukan).

Puasa nafilah masnunah (yang disunnahkan) seperti puasa pada tanggal 10 muharram (assyura’), dan puasa pada tanggal 9 (dzulhijjah).
Puasa nafilah mandubah atau mutsahabbah, seperti puasa bidh (tanggal 13,14,15) dalam setiap bulan.
Puasa makruh tahrimi (yang diharankan) seperti puasa dua hari raya dan
Puasa makruh dan tanzihi, seperti puasa pada hari assyura saja, hari sabtu saja atau hari nairuzz dan makhrajah.

BAB IV
HIKMAH PUASA
DALAM TINJAUAN AGAMA DAN ILMU PENGETAHUAN

Manusia merupakan makhluk yang tertinggi derajatnya, oleh karena itu manusia diutus oleh Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi. Sebagai makhluk yang tertinggi yang membedakan antara manusia dengan makhluk Allah yang lain adalah manusia dikaruniai oleh Allah dengan akal sedangkan makhluk Allah yang lain tidak. Dengan akalnya ini manusia berusaha sejauh mungkin untuk mengupas rahasia-rahasia alam karena alam semesta ini diciptakan oleh Allah dan tak akan lepas dari tujuannya untuk memenuhi kebutuhan makhluknya.ditegaskan oleh Allah di dalam salah satu firman-Nya
“Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini (langit dan bumi) dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka” (QS. Ali Imran : 191)
Ayat inilah yang membuat orang mulai berpikir untuk mencari hikmah dan manfaat yang terkandung dalam setiap perintah maupun larangan Allah diantaranya adalah hikmah yang tersembunyi dari kewajiban menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan yang diperintahkan oleh Allah khusus kepada orang-orang yang beriman.

Hal ini seperti disebutkan di dalam firman Allah yaitu :
“Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”
(QS. Al Baqarah : 183)
Sudah barang tentu hikmah puasa tersebut sangat banyak baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan umat (masyarakat) pada umumnya. Diantara hikmah-hikmah tersebut yang terpenting dan mampu dijangkau oleh akal pikiran manusia sampai saat ini antara lain :
a. Memelihara kesehatan jasmani (Badaniyah)
Sudah menjadi kesepakatan para ahli medis, bahwa hampir semua penyakit bersumber pada makanan dan minuman yang mempengaruhi organ-organ pencernaan di dalam perut. Maka sudah sewajarnyalah jika dengan berpuasa organ-organ pencernaan di dalam perut yang selama ini terus bekerja mencerna dan mengolah makanan untuk sementara diistirahatkan mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari selama satu bulan.
Dengan berpuasa ini maka ibarat mesin, organ-organ pencernaan tersebut diservis dan dibersihkan, sehingga setelah menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan Insya Allah kita menjadi sehat baik secara jasmani maupun secara rohani.

 Hal ini memang sudah disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya yang diriwayatkan oleh Ibnu Suny dan Abu Nu’aim yaitu :
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda :
“Berpuasalah maka kamu akan sehat”
(HR. Ibnu Suny dan Abu Nu’aim)
Juga dalam hadits yang lain dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda :
“Bagi tiap-tiap sesuatu itu ada pembersihnya dan pembersih badan kasar (jasad) ialah puasa”
(HR. Ibnu Majah)
Dalam penelitian ilmiah, kebenaran hadis ini terbukti antara lain :
1. Fasten Institute (Lembaga Puasa) di Jerman menggunakan puasa untuk menyembuhkan penyakit yang sudah tidak dapat diobati lagi dengan penemuan-penemuan ilmiah dibidang kedokteran. Metode ini juga dikenal dengan istilah “diet” yang berarti menahan / berpantang untuk makanan-makanan tertentu.
2. Dr. Abdul Aziz Ismail dalam bukunya yang berjudul “Al Islam wat Tibbul Hadits” menjelaskan bahwa puasa adalah obat dari bermacam-macam penyakit diantaranya kencing manis (diabetes), darah tinggi, ginjal, dsb.
3. Dr. Alexis Carel seorang dokter internasional dan pernah memperoleh penghargaan nobel dalam bidang kedokteran menegaskan bahwa dengan berpuasa dapat membersihkan pernafasan.
4. Mac Fadon seorang dokter bangsa Amerika sukses mengobati pasiennya dengan anjuran berpuasa setelah gagal menggunakan obat-obat ilmiah.
b. Membersihkan rohani dari sifat-sifat hewani menuju kepada sifat-sifat malaikat
Hal ini ditandai dengan kemampuan orang berpuasa untuk meninggalkan sifat-sifat hewani seperti makan, minum (di siang hari). Mampu menjaga panca indera dari perbuatan-perbuatan maksiat dan memusatkan pikiran dan perasaan untuk berzikir kepada Allah (Zikrullah).
Hal ini merupakan manifestasi (perwujudan) dari sifat-sifat malaikat, sebab malaikat merupakan makhluk yang paling dekat dengan Allah, selalu berzikir kepada Allah, selalu bersih, dan doanya selalu diterima.
Dengan demikian maka wajarlah bagi orang yang berpuasa mendapatkan fasilitas dari Allah yaitu dipersamakan dengan malaikat. Hal ini diperkuat oleh sabda Rasulullah dalam salah satu
haditsnya yang diriwayatkan oleh Turmudzi yaitu :
“Ada tiga golongan yang tidak ditolak doa mereka yaitu orang yang berpuasa sampai ia berbuka, kepala negara yang adil, dan orang yang teraniaya”(HR. Turmudzi).

Juga dalam hadits lain dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘As, Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya orang yang berpuasa diwaktu ia berbuka tersedia doa yang makbul”
(HR. Ibnu Majah)
Disamping itu hikmah yang terpenting dari berpuasa adalah diampuni dosanya oleh Allah SWT sehingga jiwanya menjadi bersih dan akan dimasukkan ke dalam surga oleh Allah SWT. Hal ini diperkuat dengan hadits Nabi yaitu :
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda :
“Barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan perhitungannya (mengharapkan keridla’an Allah) maka diampunilah dosa-dosanya.
(HR. Bukhari)
Juga dari hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari yaitu :
Dari Sahl r.a dari Nabi SAW beliau bersabda :
“Sesungguhnya di dalam surga ada sebuah pintu yang disebut dengan Rayyan. Pada hari kiamat orang-orang yang berpuasa akan masuk surga dari pintu itu. Tidak seorangpun masuk dari pintu itu selain mereka. (Mereka) dipanggil : Mana orang yang berpuasa ? Lalu mereka berdiri. Setelah mereka itu masuk, pintu segera dikunci, maka tidak seorangpun lagi yang dapat masuk”
(HR. Bukhari)

KESIMPULAN

puasa sudah ada sejak zaman sebelum Nabi Muhammad di lahirkan.
Umat-umat terdahulu sebelum Nabi Muhammad juga sudah di wajibkan berpuasa, seperti umatnya Nabi Daud AS.
Tidak hanya Umat Islam saja yang melakukan  puasa, tapi di zaman jahiliyah juga sudah mengenal yang namanya puasa.
Akan tetapi puasa orang jahiliyah berbeda dengan puasanya kaum muslimin.
Adaempat bentuk puasa yang telah dilakukan oleh umat terdahulu, yaitu:
Puasanya orang-orang sufi, yakni praktek puasa setiap hari dengan maksud menambah pahala. Misalnya puasanya para pendeta
Puasa bicara, yakni praktek puasa kaum Yahudi. Sebagaimana yang telah dikisahkan Allah dalam Al-Qur’an, suratMaryam ayat 26 :
“Jika kamu (Maryam) melihat seorang manusia, maka katakanlah, sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk tuhan yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini” (Q.S. Maryam :26).
Puasa dari seluruh atau sebagian perbuatan (bertapa), seperti puasa yang dilakukan oleh pemeluk agama Budha dan sebagian Yahudi. Dan puasa-puasa kaum-kaum lainnya yang mempunyai cara dan kriteria yang telah ditentukan oleh masing-masing kaum tersebut.
Sedang kewajiban puasa dalam Islam, orang akan tahu bahwa ia mempunyai aturan yang tengah-tengah yang berbeda dari puasa kaum sebelumnya baik dalam tata cara dan waktu pelaksanaan.

Daftar Pustaka :
– Harahap syahrin. 2002. Hikmah Puasa. Jakarta. PT. Raja Grafindo
– Bakhtiar Laleh. .1997. Meraih kemulyaan Ramadhan. Bandung. Mizan
– Al-Zuhayly wahbah.1995. Puasa dan I’tikaf. PT. Remaja Rosdakarya
– M. Noor Matdawam, Ibadah puasa dan amalan-amalan di Bulan Suci Ramadhan
– M Noor Matdawam, Pembinaan dan Pemantapan Dasar Agama
– Maftuh Ahnan, Mutiara Hadits Shahih Bukhari
– Al Qur’an

Sumber : sejarah puasa

Posting Komentar

0 Komentar