Jumat, 04 Agustus 2017

Teman-teman sekalian, Apabila ingin mengunduh file Buku Paket Kurikulum 2013 Kelas 2 Revisi Tahun 2017 silahkan UNDUH DISINI

Minggu, 03 Juli 2016

Arti
Istilah yang digunakan untuk merujuk pelaksanaan zakat ini adalah al-fithr dan al-fithrah. Penggunaan istilah al-fithr (Zakat Fitri) adalah dengan merujuk kepada hari raya ‘Idul Fitri (‘Id Al-Fithr) di mana waktu terbit pada hari tersebut menjadi batas pelaksanaannya. Sedangkan penggunaan istilah Al-Fithrah (Zakat Fitrah) adalah merujuk kepada firman Allah Swt dalam surat Ar-Rum ayat 30:
“(tetaplah) fitrah Allah yang telah menetapkan fitrah manusia.”
 Zakat Fitri disebut juga dengan Shadaqah Fitri. Menurut Imam An-Nawawi, Al-Fithrah adalah nama sesuatu yang dikeluarkan untuk zakat ini. Ia bukanlah bahasa Arab yang bisa di-i’rab, ia adalah terminologi yang dipakai oleh para ahli fiqih (fuqaha) yang seakan-akan berasal dari kata Al-Fithrah yang bermakna asal kejadian (al-khilqah), atau zakat asal kejadian (zakatul khilqah).  [Abu Zakarya An-Nawawi (w. 676 H), Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzhab]  

Dalil
Sebagaimana dikemukakan Syaikh Wahbah Az-Zuhaili, dalil pensyariatan Zakat adalah hadits dari Ibnu ‘Umar yang diriwayatkan oleh Para Imam (Al-Jama’ah) kecuali Ibnu Majah berikut:
“Rasulullah Saw mem-fardhukan Zakat Fitrah bulan Ramadhan kepada manusia berupa 1 sha’ tamr atau 1 sha’ sya’ir bagi setiap orang merdeka atau budak, laki-laki atau perempuan, dari kalangan kaum muslimin.”  

Hukum
Berdasarkan dalil-dalil naqli dan ijma’ ulama, hukum  Zakat Fitrah adalah wajib bagi orang yang memenuhi ketentuan.  

Siapa Yang Diwajibkan Zakat Fitrah?
Zakat fitrah diwajibkan bagi orang-orang yang memenuhi kriteria berikut:
1.   Islam. Tidak ada kewajiban Zakat Fitrah bagi orang Kafir. Adapun hukum Zakat Fitrah bagi orang Murtad adalah sama dengan hukum Zakat Maal-nya.
2.   Hidup menjumpai saat matahari tenggelam pada akhir bulan Ramadhan.
3.   Ada kelebihan makanan pada waktu tersebut untuk pemenuhan kebutuhan makan dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya untuk malam dan hari ‘Id.
4.  Seseorang yang memenuhi kriteria di atas juga diwajibkan mengeluarkan Zakat Fitrahnya orang-orang yang menjadi tanggungan nafkahnya; anak, istri dan budaknya. Seorang anak tidak ada kewajiban mengeluarkan Zakat Fitrah kedua orang tuanya.  

Berapa Kadarnya?
Kadar Zakat Fitrah yang harus dikeluarkan adalah takaran 1 sha’ makanan pokok daerah setempat (qutul balad). 1 sha’ jika dikonversi ke dalam satuan liter, pendapat yang dipilih oleh Syaikh Wahbah A-Zuhaili, adalah setara dengan 2,75 liter dan jika dikonversi ke dalam satuan kg adalah setara dengan kisaran 2,5 s.d 3 kg [belakangan ini, MUI memilih 3 kg]. Dalam rangka mengambil sikap aman dan berhati-hati (lil ihtiyath), sebaiknya memilih pendapat yang mengatakan 3 kg.  

Bolehkah Dikonversi dengan Uang?
Mayoritas Madzhab mengatakan bahwa Zakat Fitrah harus dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok wilayah setempat (quutul balad) dan tidak boleh dikonversi dengan uang (bil qiimah).
Namun, Hanafiyah membolehkannya karena tujuan Zakat Fitrah adalah membantu kecukupan penerimanya. Bantuan ini bisa dalam bentuk uang, dan bahkan ini lebih membantu pemenuhan kebutuhan mereka.  

Kapan Waktunya?
1.  Wajib
Hanafiyah
Menurut Hanafiyah, Zakat Fitrah wajib dikeluarkan pada saat terbitnya fajar pada tanggal 1 Syawal atau pada Hari Raya ‘Idul Fitri. Hal ini sesuai dengan penamaan Zakat Fitrah, yang merujuk kepada ‘Idul Fitri, juga kepada arti al-fithr (berbuka/tidak puasa). Implikasinya adalah, tidak ada kewajiban zakat fitrah bagi orang yang meninggal sebelum terbit fajar atau orang yang masuk Islam atau lahir sesudah terbit fajar pada Hari Raya ‘Idul Fitri. Demikian menurut Hanafiyah.  
Mayoritas Madzhab
Menurut mayoritas Madzhab, Zakat Fitrah wajib sebab tenggelamnya matahari pada malam pertama Hari Raya ‘Idul Fitri (malam tanggal 1 Syawal). Hal ini di antarnya didasarkan pada penamaan al-fithr, yaitu waktu berbuka pertama di mana sesudahnya tidak ada kewajiban puasa lagi (kewajiban puasa Ramadhan tahun tersebut).  
2.  Sunnah
 Ulama sepakat akan kesunnahan menunaikan Zakat Fitrah adalah setelah terbit fajar sebelum Shalat ‘Id.  
3.  Ta’jil
Yang dimaksud dengan Ta’jil dalam hal ini adalah mengeluarkan Zakat Fitrah sebelum waktu yang diwajibkan. Yang demikian ini menurut Syafi’iyah diperbolehkan sejak awal bulan Ramadhan (tanggal 1 Ramadhan), menurut Malikiyah dan Hanabilah diperbolehkan sejak satu atau dua hari sebelum Hari Raya ‘Idul Fitri (sebelum waktu ini, Zakat Fitrah tidak sah karena tidak terpenuhinya tujuan untuk memberikan kecukupan kepada penerima zakat di malam Hari Raya).  
4.  Ta`khir
 Mengeluarkan Zakat Fitrah sesudah pelaksanaan Shalat ‘Id pada tanggal 1 Syawal tanpa ada halangan berhukum Haram. Meskipun telah melewati batas waktu, kewajiban Zakat Fitrah tidak menjadi gugur dan tetap menjadi tanggungannya sampai ia menunaikannya sebagaimana kewajiban Shalat yang tetap menjadi tanggunan meski telah lewat waktu.  

Niat Zakat Fitrah
 Hal yang membedakan nilai sebuah aktivitas adalah niatnya. Demikain halnya dengan Zakat, agar ia bernilai Zakat, maka harus diniati. Niat adalah termasuk aktivitas hati. Jadi niat bukan dilakukan oleh lisan. Adapun yang biasa diucapkan (nawaitu….) itu adalah lafazh niat yang boleh diucapkan dan boleh tidak. Niat Zakat Fitrah dilakukan dalam hati dan ditentukan apakah itu adalah Zakat Fitrahnya, istri atau anaknya.  

Penerima

 Sebagaimana dijelaskan dalam Surat At-Taubah ayat 60, ulama mengatakan bahwa yang berhak penerima Zakat Fitrah adalah: fakir, miskin, ‘amil zakat, mu`allaf, budak (riqab), orang yang terlilit hutang (gharim), orang yang berjuang di jalan Allah dan orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan (ibnu sabil). Zakat Fitrah harus sudah jatuh ke tangan orang-orang yang berhak menerimanya sebelum batas waktu pelaksanaannya habis sebagaimana dijelaskan di atas. Untuk menghindari  hal-hal yang tidak diinginkan, ada baiknya mengeluarkan Zakat Fitrah dengan memperhatikan “jarak aman” dan tidak perlu mengejar keutamaan (sesudah fajar sebelum pelaksanaan Shalat ‘Id) jika pada akhirnya justru mendatangkan kesulitan dan keluar batas waktu. Wallaahu a’lam. 


Senin, 07 Maret 2016

Di suatu pagi seorang gila berlari ke pasar lalu berteriak: “Aku mencari Tuhan! Aku mencari Tuhan!”. Orang lalu berkerumun menontonnya. “Memangnya, Tuhan pergi ke mana, Dia lari atau pindah rumah?”, Tanya seorang penonton di pasar itu sinis. Orang gila itu menatap tajam semua orang yang monontonnya di pasar itu lalu bertanya “Coba [terka] kemana Tuhan pergi? Tak ada jawaban. Orang gila itu menjawab sendiri “Aku mau mengatakan kepada kalian. Kita telah membunuhnya. Ya kita semua telah membunuhnya!”
Kisah diatas hanyalah metaforika Nietszche (1844-1900), filosof proklamator kematian Tuhan di Barat. Metafora ini tentu menjengkelkan. Jangankan membunuh Tuhan, membunuh makhluk saja dianggap jahat. Tapi Nietszche juga jengkel pada sesuatu yang disebut Tuhan. Tuhan baginya hanya ada dalam pikiran. Tuhan tidak wujud diluar sana. Ia memang ateis tulen. Lho, kalau begitu Tuhan yang mana yang ia bunuh? Sebentar!
Ateisme ala Nietszche bukan tanpa preseden. Orang Barat nampaknya sudah lama gerah dengan agama. “Siapapun yang beragama pasti tidak bebas”, kata Nietszche.
Agama dianggap mengebiri kebebasan. Dulu menjadi sekuler pun susah, apalagi ateis. Sedikit-sedikit dituduh ateis. Ateis bahkan hampir seperti plesetan dan penghinaan. “Kamu ateis!” sama maksudnya dengan “Kamu anarkis! Kamu komunis!” Ateis malah bisa berarti sifat orang tidak saleh.

Selasa, 12 Januari 2016

       I.            PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
       Ilmu mantiq berasal dari kata kerja”nataqa” yang berarti berbicara, istilah lain yang digunakan adalah logika, berasal dari bahasa yunani “ logos” yang berarti perkataan atau pikiran yang benar. Dalam perkataan sehari-hari memiliki arti “menurut akal”. Seperti argumentasi logis, artinya argumentasi menurut akal atau masuk akal, demikian pula sebaliknya.
Tetapi logika sebagai istilah berarti suatu metode atau teknik yang diciptakan untuk meneliti ketepatan penalaran, sehingga untuk memahami apa logika itu, maka harus memiliki pengertian yang jelas tentang penalaran dan penalaran adalah suatu bentuk pemikiran. Sedang bentuk-bentuk pemikiran adalah dimulai dari yang paling sederhana, yakni; pengertian (conception), pernyataan (proposition) dan penalaran (reasoning).

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian penyimpulan?
2.      Apa definisi penyimpulan langsung dan macam-macamnya?

Sabtu, 17 Oktober 2015

Islam melarang umatnya menyelisihi para ulama –apalagi dengan mengeluarkan pendapat – pendapat aneh yang tidak ada dasarnya Al Qur’an dan hadist

Oleh: Ahmad Zain An Najah

SERING kita saksikan, khususnya di jejaring sosial, sebagian orang berani melecehkan para ulama dan tidak menghormati hujah mereka.

Fenomena ini adalah salah satu tanda akhir zaman, padahal dalam Islam para ulama mendapatkan kedudukan yang sangat terhormat sekali. Diantaranya adalah apa yang disebutkan Allah Subhanahu Wata’ala dalam salah satu firman-Nya :

ÙŠَا Ø£َÙŠُّÙ‡َا الَّØ°ِينَ آمَÙ†ُوا Ø£َØ·ِيعُوا اللَّÙ‡َ ÙˆَØ£َØ·ِيعُوا الرَّسُولَ ÙˆَØ£ُولِÙŠ الْØ£َÙ…ْرِ Ù…ِÙ†ْÙƒُÙ…ْ

”Wahai orang-orang beriman taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rosul-Nya dan ulil amri di antara kamu.” (Qs. An-Nisa’ : 59)

Dalam ayat tersebut, Allah Subhanahu Wata’ala memerintahkan orang-orang yang beriman untuk mentaati Allah , Rosul-Nya dan ulil amri. Hanya saja ketaatan kepada Allah dan Rosul-Nya adalah ketaatan mutlak, sedangkan ketaaatan kepada ulil amri tergantung kepada ketaatan mereka kepada Allah dan Rosul-Nya. Adapun maksud dari ulil amri dalam ayat tersebut menurut Ibnu Abbas ra, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Thobari dalam tafsirnya adalah para pakar fiqh dan para ulama yang komitmen dengan ajaran Islam. Sedangkan Ibnu Katsir berpendapat bahwa ulil amri di atas mencakup para ulama dan umara (pemimpin).
Jika ulama setia pada perjuangan menegakkan cita-cita mulia para anbiya, pasti para penguasa tak akan memandang mereka hina!

Oleh: Dr. Adian Husaini

PEMBUKAAN UUD 1945 menegaskan: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur…”.  Rumusan itu sungguh indah; sesuai dengan rumusan aqidah ahlus sunnah; memadukan aspek rahmat Allah dan usaha manusia. Bangsa Indonesia berjuang merebut kemerdekaan dan kita mengakui, bahwa Allah Subhanahu Wata’ala adalah yang menganugerahi kemerdekaan. Pengakuan itu kita letakkan dalam Pembukaan Konstitusi, dan biasanya dibaca setiap upacara bendera.

Dengan pemahaman seperti itu, sepatutnya bangsa Indonesia, dan kaum Muslim khususnya, tidak boleh merasa angkuh, bahwa kemerdekaan itu diraih semata-mata karena usaha perjuangan rakyat Indonesia. Tapi, kemerdekaan adalah anugerah Allah, sehingga kemerdekaan kita pahami sebagai nikmat dari Allah yang wajib kita syukuri. Syukur, maknanya, menggunakan nikmat itu sesuai dengan Yang Memberi Nikmat; bukan menurut hawa nafsu kita. Semoga kita dan para pemimpin kita sadar akan makna penting dari kemerdekaan.

Rumusan penting itu memang  dihasilkan dari goresan tinta ulama dan cendekiawan Muslim yang berunding dalam Panitia Sembilan dalam BPUPK tahun 1945 yang menghasilkan dokumen sejarah penting, yaitu Piagam Jakarta.  Syukurlah, rumusan “Atas berkat rahmat Allah… “ itu tidak dituntut untuk dicoret sebagaimana rumusan tujuh kata “(Ketuhanan)… dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Ta'dib berarti proses pembentukan adab pada diri peserta didik. Maka dengan konsep pendidikan seperti ini, akan menghasilkan pelajar yang beradab, baik pada dirinya sendiri, lingkungannya

“ILMU ITU CAHAYA “, demikian petuah masyhur dari para Hukama’ dan orang-orang saleh. Ibnu Mas’ud r.a., salah satu Sahabat Nabi berwasiat, bahwa hakekat ilmu itu bukanlah menumpuknya wawasan pengetahuan pada diri seseorang, tetapi ilmu itu adalah cahaya yang bersemayam dalam kalbu.

Kedudukan ilmu dalam Islam sangatlah penting. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam., bersabda: “Sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala, para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi hingga semut dalam tanah, serta ikan di lautan benar-benar mendoakan bagi pengajar kebaikan.” (HR. Tirmidzi).

Nabi juga bersabda: “Terdapat dua golongan dari umatku, apabila keduanya baik, maka manusia pun menjadi baik dan jika keduanya rusak maka rusaklah semuanya, yakni golongan penguasa dan ulama.” (HR. Ibnu ‘Abdil Barr dan Abu Naim dengan sanad yang lemah).

Mengingat kedudukannya yang penting itu, maka menuntut ilmu adalah ibadah, memahaminya adalah wujud takut kepada Allah, mengkajinya adalah jihad, mengajarkannya adalah sedekah dan mengingatnya adalah tasbih. Dengan ilmu, manusia akan mengenal Allah dan menyembah-Nya.

Dengan ilmu, mereka akan bertauhid dan memuja-Nya. Dengan ilmu, Allah meninggikan derajat segolongan manusia atas lainnya dan menjadikan mereka pelopor peradaban.

Minggu, 12 Juli 2015

Bulan Ramadhan 1436 H sudah memasuki masa akhir, dan seperti biasa di media sosial atau media cetak ramai mengangkat isu tentang penentuan 1 Syawal atau Idul Fitri, yang lazim di Indonesia baru dapat diketahui melalui sidang itsbat yang akan digelar oleh Kementerian Agama RI pada tanggal 29 Ramadhan 1436 H. Bahkan, polemik tentang penentuan bulan hijriyah pun menjadi inspirasi bagi sineas Indonesia untuk membuat sebuah film yang berjudul “Mencari Hilal”. 

Seperti biasa terjadi di negeri kita, seperti menjadi rutinitas tahunan dengan hampir tibanya perayaan-perayaan hari besar, maka sejalan juga dengan hadirnya pertanyaan “Kapan Lebaran (Idul Fitri) ?”.  Kembali kepada judul diatas yang juga selaras dengan pertanyaan masyarakat menjelang akhir Ramadhan, maka jawaban yang paling tepat adalah bahwa Idul Fitri jatuh pada tanggal 1 Syawal. Namun, yang kita ketahui mengapa sering terjadi perbedaan Idul Fitri dan bulan hijriyah lainnya, jawaban yang simpel adalah karena tanggal 1 Syawal nya berbeda-beda.

Mengapa bisa terjadi perbedaan, dari banyak aspek terkait perbedaan penetapan bulan hijriyah khususnya Ramadhan-Syawal-Dzulhijjah, yang menjadi penentu perbedaan adalah bukan lagi antara “mazhab” rukyat dan “mazhab” hisab” walau masih ada juga yang benar-benar meganut rukyat murni seperti NU yang menjadikan hasil rukyat sebagai penentu masuk tidaknya bulan baru dengan dibantu/dibimbing oleh data astronomis, perbedaan juga terjadi karena kriteria yang dipegang  dalam menentukan masuknya bulan baru dalam menginterpretasi data astronomis seperti Pemerintah melalui Kemenag RI dengan IR 2-3-8 (IR MABIMS), Muhammadiyah dengan kriteria Wujudul Hilal, dan PERSIS dengan IR 4-6,4 (IR LAPAN).

Di Indonesia sendiri, sering dikaitkan bahwa perbedaan terjadi antara Muhammadiyah yang berpedoman kriteria wujudul hilal dan NU yang berpedoman kepada hasil rukyat, mengingat dua ormas Islam ini secara kuantitatif merupakan representasi umat Islam di Indonesia, maka perbedaan penetapan antara kedua ormas Islam ini menjadi penting dan penentu bagi umat Islam di Indonesia, selain keputusan sidang itsbat yang digelar oleh Kementerian Agama. Pemerintah sendiri melalui Kementeria Agama dalam menentukan bulan hijriyah khususnya Ramadhhan-Syawal-Dzulhijjah berpedoman pada kriteria Imkanur Rukyat MABIMS atau sering di istilahkan IR 2-3-8. Selain dua ormas Islam diatas, ada PERSIS (Persatuan Islam) yang menggunakan kriteria Imkanur Rukyat LAPAN  atau sering di istilahkan sebagai IR 4-6,4. 

Minggu, 05 Juli 2015


Di dalam perjalanannya, sejarah mencatat, bahwa Indonesia dipimpin oleh seorang kepala negara yang menjalankan pemerintahan, yaitu presiden. Ada 6 nama presiden yang umum diketahui selama ini sebagai pemimpin pemerintahan NKRI. Mereka, adalah :

1. Soekarno (1945-1966)

2. Soeharto (1966-1998)

3. BJ. Habibie (1998-1999)

4. Abdurahman Wahid (1999-2001)

5. Megawati Sukarnoputri (2001-2004)

6. Susilo Bambang Yudhoyono (2004-sekarang)

Namun, ada dua nama presiden yang dilupakan oleh sejarah Indonesia. Nama-nama yang terlupakan begitu saja itu, adalah Sjafruddin Prawiranegara yang menjabat presiden pada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), dari tanggal 22 Desember 1948 hingga 13 Juli 1949, dan Mr. Assaat yang memangku sementara jabatan Presiden Republik Indonesia (RI) pada periode 27 Desember 1949 hingga 15 Agustus 1950, setelah Konferensi Meja Bundar (KMB).

Dua nama Presiden tersebut merupakan nama yang tak tercatat di dalam sejarah Indonesia, mungkin karena alpa, tetapi mungkin juga disengaja dengan alasan-alasan tertentu.

Dari Aisyah bahwa Rasulullah s.a.w. pada suatu malam (di bulan Ramadhan) mendirikan sholat, lalu datang orang-orang pada berikutnya (ingin sholat bersama beliau). Kemudian datanglah malah ketiga atau keempat dan orang-orang pun sudah berdatangan, namun beliau tidak keluar. Saat pagi datang beliau bersabda:"Aku telah melihat yang kalian lakukan, dan aku tidak keluar karena aku takut sholat itu nantinya diwajibkan kepada kalian". (H.R. Muslim).

Dari Abdurrahman bin al-Qari berkata" suatu malam di bulan Ramadhan aku berjalan bersama Umar bin Khattab melihat-lihat masjid, lalu beliau melihat orang-orang berbeda-beda dalam mendirikan sholat (sunnah), sebagian sholat sendiri, sebagian sholat bersama kelompok kecil. Lalu Umar berkata: "Aku melihat seandainya mereka dikumpulkan di belakang satu qari (pembaca Qur'an) tentu lebih baik. Lalu beliau menganjurkan agar semua sholat di belakang Ubay bin Ka'ab. Kemudian aku keluar bersama Umar pada malam lain dan orang-orang sudah sholat berjamaah di belakang imam satu, lalu Umar berkata:"Inilah sebaik-baik bid'ah, dan sholat yang mereka tinggalkan untuk tidur tetap lebih baik dibandingkan dengan sholat yang mereka dirikan" (maksudnya sholat malam di akhir malam lebih utama dibandingkan dengan sholat di awal waktunya). R. Bukhari dan Muslim.

Hadist di atas merupakan salah satu dalil sholat tarawih. Tarawih merupakan kata plural dari raahah yang artinya istirahat. Konon disebut sholat tarawih karena pada saat umat Islam melaksanakan sholat tersebut secara berjamaah, mereka malakukan istirahat setiap dua kali salam. Sholat tarawih hukumnya sunnah muakkadah pada malam bulan suci Ramadhan.

Sabtu, 20 Juni 2015



Oleh: Dr. Adian Husaini

DALAM beberapa hari belakangan, ada sejumlah SMS yang masuk ke HP saya. Isinya, meminta saya mengkaji sebuah buku berjudul Satu Tuhan Banyak Agama, Pandangan Sufistik Ibn ‘Arabi, Rumi dan al-Jili, (Mizan, 2011). Rabu (19/10/2011), saya baru sempat mencari buku ini di sebuah toko buku.
Setelah membaca dengan seksama, saya segera berusaha memberikan sejumlah ulasan berikut ini.
Dari segi penampilan luar, buku karya Dr. Media Zainul Bahri (dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Jakarta) tampak berwibawa, dengan tebal 500 halaman lebih. Ada pengantar dari Rektor UIN Jakarta, Prof. Komaruddin Hidayat dan juga pujian dari Prof. Kautsar Azhari Noer, guru besar Perbandingan Agama, UIN Jakarta. Dengan tampilan semacam itu, wajar jika orang menyangka bahwa buku ini berbobot ilmiah yang tinggi. Apalagi, ini juga disertasi doktor di UIN Jakarta.
Tentu, usaha penulis buku ini dalam mengkaji pemikiran-pemikiran tiga tokoh sufi tersebut perlu diberikan apresiasi. Harapannya, ke depan, makin terbuka kajian-kajian semacam ini yang lebih serius dan lebih Islami. Akan tetapi, sebagai karya terbuka, tentu buku ini wajib dikaji secara kritis. Berikut ini catatan kritis untuk buku ini:
Puasa  adalah  ibadah yang wajib di kerjakan oleh seluruh Umat islam di seluruh belahan dunia. Oleh karena itu, sebagai umat Islam yang taat beragama, kita harus mengerti dan menjalankan Puasa seperti apa yang telah diperintahkan Allah SWT.
Akan tetapi tidak lengkap rasanya jika kita melakukan suatu perbuatan, tetapi kita tidak mengetahui sejarah tentang sesuatu yang kita kerjakan tersebut. Oleh karena itu, sebagai umat Islam yang diwajibkan berpuasa, alangkah sempurnanya jika kita mengetahui sejarah tentang puasa itu sendiri.

Rumusan Masalah
Apa pengertian dari puasa

Bagaimana sejarah puasa umat terdahulu

Perbedaan puasa yang dilakukan umat islam dan non Islam

Tujuan :
- Agar kita dapat mengetahui sejarah tentang Puasa
- Agar kita dapat mengetahui tentang Puasa yang dilakukan umat terdahulu
- Agar kita dapat mengetahui manfaat dari puasa

sejarah puasa Ramadhan

Puasa Ramadhan merupakan puasa yang diwajibkan bagi umat muslim di seluruh dunia untuk melaksanakannya. Puasa Ramadhan dalam perjalanan sejarahnya cukup menarik jika dikaji lebih mendalam.

Berbagai pertanyaan mungkin saja pernah terlintas di benak Anda tentang kapankah ibadah Puasa Ramadhan mulai disyariatkan? Bagaimana model puasa yang dilakukan umat islam pertama kali? Apa yang membedakan puasa islam dengan agama Ahli kitab? Atau mungkin pertanyaan lain yang berkenaan dengan puasa, berikut pemaparannya.

Sejarah Puasa Ramadhan pertama kali di syariatkan

Business

Business

BTemplates.com

Sports
Diberdayakan oleh Blogger.

Comments

Recent

Bottom Ad [Post Page]

Search

Find Us On Facebook

Advertisement

Ads

Featured Video

Video Example

Subscribe Us

Video Of Day

Video Example

Text Widget

Sample Text

About Me

Foto saya
Alumni UMSIDA, sekarang berkhidmat sebagai Guru Madrasah Pinggiran

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Footer Logo

Footer Logo

YOUR PERFECT STYLE

Nam eget nisi mauris. Donec purus lacus, congue eget tortor sed, dapibus pretium ante

Breaking News

Sponsor

Ads

Full width home advertisement

BTemplates.com

Ads

Flickr Images