Tampilkan postingan dengan label Al Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Al Islam. Tampilkan semua postingan

Rabu, 06 April 2022

Dalam Ighatsatu Al Lahfan, Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa penyakit hati sangat berbahaya. Allah Swt. mencela orang yang berpenyakit hati yaitu syahwat dan syubhat. Syahwat adalah maksiat badani, seperti berzina, membunuh, dan mencuri. 

Syubhat berhubungan dengan hati, seperti nifak, ragu akan kebenaran Islam, dan menolak hadits sahih. Penyakit syahwat sering muncul pada orang munafik. Penyakit hati lainnya adalah dengki dapat menimbulkan keguncangan jiwa. Pendengki akan membenci orang yang mendapatkan nikmat Allah Swt.

Dalam At Targhiib wa At Tarhiib, Al Mundziri menjelaskan manfaat gerakan sholat bagi kesehatan. Al Bukhari meriwayatkan, Abu Humaid As Saidi r.a berkata, apabila rukuk, Rasulullah saw. menguatkan tangan pada lututnya.

Saat rukuk, posisi tulang belakang yang lurus berguna untuk menyangga tubuh dan pusat saraf. Posisi jantung dan otak yang sejajar memaksimalkan aliran darah pada tubuh bagian tengah. 

Selain shalat, infak pun menyehatkan. Hal ini sejalan dengan riwayat Ath Thabrani bahwa sedekah dapat menolak tujuh puluh macam bencana. Yang paling ringan adalah kusta dan sopak.

Minggu, 03 Juli 2016

Arti
Istilah yang digunakan untuk merujuk pelaksanaan zakat ini adalah al-fithr dan al-fithrah. Penggunaan istilah al-fithr (Zakat Fitri) adalah dengan merujuk kepada hari raya ‘Idul Fitri (‘Id Al-Fithr) di mana waktu terbit pada hari tersebut menjadi batas pelaksanaannya. Sedangkan penggunaan istilah Al-Fithrah (Zakat Fitrah) adalah merujuk kepada firman Allah Swt dalam surat Ar-Rum ayat 30:
“(tetaplah) fitrah Allah yang telah menetapkan fitrah manusia.”
 Zakat Fitri disebut juga dengan Shadaqah Fitri. Menurut Imam An-Nawawi, Al-Fithrah adalah nama sesuatu yang dikeluarkan untuk zakat ini. Ia bukanlah bahasa Arab yang bisa di-i’rab, ia adalah terminologi yang dipakai oleh para ahli fiqih (fuqaha) yang seakan-akan berasal dari kata Al-Fithrah yang bermakna asal kejadian (al-khilqah), atau zakat asal kejadian (zakatul khilqah).  [Abu Zakarya An-Nawawi (w. 676 H), Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzhab]  

Dalil
Sebagaimana dikemukakan Syaikh Wahbah Az-Zuhaili, dalil pensyariatan Zakat adalah hadits dari Ibnu ‘Umar yang diriwayatkan oleh Para Imam (Al-Jama’ah) kecuali Ibnu Majah berikut:
“Rasulullah Saw mem-fardhukan Zakat Fitrah bulan Ramadhan kepada manusia berupa 1 sha’ tamr atau 1 sha’ sya’ir bagi setiap orang merdeka atau budak, laki-laki atau perempuan, dari kalangan kaum muslimin.”  

Hukum
Berdasarkan dalil-dalil naqli dan ijma’ ulama, hukum  Zakat Fitrah adalah wajib bagi orang yang memenuhi ketentuan.  

Siapa Yang Diwajibkan Zakat Fitrah?
Zakat fitrah diwajibkan bagi orang-orang yang memenuhi kriteria berikut:
1.   Islam. Tidak ada kewajiban Zakat Fitrah bagi orang Kafir. Adapun hukum Zakat Fitrah bagi orang Murtad adalah sama dengan hukum Zakat Maal-nya.
2.   Hidup menjumpai saat matahari tenggelam pada akhir bulan Ramadhan.
3.   Ada kelebihan makanan pada waktu tersebut untuk pemenuhan kebutuhan makan dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya untuk malam dan hari ‘Id.
4.  Seseorang yang memenuhi kriteria di atas juga diwajibkan mengeluarkan Zakat Fitrahnya orang-orang yang menjadi tanggungan nafkahnya; anak, istri dan budaknya. Seorang anak tidak ada kewajiban mengeluarkan Zakat Fitrah kedua orang tuanya.  

Berapa Kadarnya?
Kadar Zakat Fitrah yang harus dikeluarkan adalah takaran 1 sha’ makanan pokok daerah setempat (qutul balad). 1 sha’ jika dikonversi ke dalam satuan liter, pendapat yang dipilih oleh Syaikh Wahbah A-Zuhaili, adalah setara dengan 2,75 liter dan jika dikonversi ke dalam satuan kg adalah setara dengan kisaran 2,5 s.d 3 kg [belakangan ini, MUI memilih 3 kg]. Dalam rangka mengambil sikap aman dan berhati-hati (lil ihtiyath), sebaiknya memilih pendapat yang mengatakan 3 kg.  

Bolehkah Dikonversi dengan Uang?
Mayoritas Madzhab mengatakan bahwa Zakat Fitrah harus dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok wilayah setempat (quutul balad) dan tidak boleh dikonversi dengan uang (bil qiimah).
Namun, Hanafiyah membolehkannya karena tujuan Zakat Fitrah adalah membantu kecukupan penerimanya. Bantuan ini bisa dalam bentuk uang, dan bahkan ini lebih membantu pemenuhan kebutuhan mereka.  

Kapan Waktunya?
1.  Wajib
Hanafiyah
Menurut Hanafiyah, Zakat Fitrah wajib dikeluarkan pada saat terbitnya fajar pada tanggal 1 Syawal atau pada Hari Raya ‘Idul Fitri. Hal ini sesuai dengan penamaan Zakat Fitrah, yang merujuk kepada ‘Idul Fitri, juga kepada arti al-fithr (berbuka/tidak puasa). Implikasinya adalah, tidak ada kewajiban zakat fitrah bagi orang yang meninggal sebelum terbit fajar atau orang yang masuk Islam atau lahir sesudah terbit fajar pada Hari Raya ‘Idul Fitri. Demikian menurut Hanafiyah.  
Mayoritas Madzhab
Menurut mayoritas Madzhab, Zakat Fitrah wajib sebab tenggelamnya matahari pada malam pertama Hari Raya ‘Idul Fitri (malam tanggal 1 Syawal). Hal ini di antarnya didasarkan pada penamaan al-fithr, yaitu waktu berbuka pertama di mana sesudahnya tidak ada kewajiban puasa lagi (kewajiban puasa Ramadhan tahun tersebut).  
2.  Sunnah
 Ulama sepakat akan kesunnahan menunaikan Zakat Fitrah adalah setelah terbit fajar sebelum Shalat ‘Id.  
3.  Ta’jil
Yang dimaksud dengan Ta’jil dalam hal ini adalah mengeluarkan Zakat Fitrah sebelum waktu yang diwajibkan. Yang demikian ini menurut Syafi’iyah diperbolehkan sejak awal bulan Ramadhan (tanggal 1 Ramadhan), menurut Malikiyah dan Hanabilah diperbolehkan sejak satu atau dua hari sebelum Hari Raya ‘Idul Fitri (sebelum waktu ini, Zakat Fitrah tidak sah karena tidak terpenuhinya tujuan untuk memberikan kecukupan kepada penerima zakat di malam Hari Raya).  
4.  Ta`khir
 Mengeluarkan Zakat Fitrah sesudah pelaksanaan Shalat ‘Id pada tanggal 1 Syawal tanpa ada halangan berhukum Haram. Meskipun telah melewati batas waktu, kewajiban Zakat Fitrah tidak menjadi gugur dan tetap menjadi tanggungannya sampai ia menunaikannya sebagaimana kewajiban Shalat yang tetap menjadi tanggunan meski telah lewat waktu.  

Niat Zakat Fitrah
 Hal yang membedakan nilai sebuah aktivitas adalah niatnya. Demikain halnya dengan Zakat, agar ia bernilai Zakat, maka harus diniati. Niat adalah termasuk aktivitas hati. Jadi niat bukan dilakukan oleh lisan. Adapun yang biasa diucapkan (nawaitu….) itu adalah lafazh niat yang boleh diucapkan dan boleh tidak. Niat Zakat Fitrah dilakukan dalam hati dan ditentukan apakah itu adalah Zakat Fitrahnya, istri atau anaknya.  

Penerima

 Sebagaimana dijelaskan dalam Surat At-Taubah ayat 60, ulama mengatakan bahwa yang berhak penerima Zakat Fitrah adalah: fakir, miskin, ‘amil zakat, mu`allaf, budak (riqab), orang yang terlilit hutang (gharim), orang yang berjuang di jalan Allah dan orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan (ibnu sabil). Zakat Fitrah harus sudah jatuh ke tangan orang-orang yang berhak menerimanya sebelum batas waktu pelaksanaannya habis sebagaimana dijelaskan di atas. Untuk menghindari  hal-hal yang tidak diinginkan, ada baiknya mengeluarkan Zakat Fitrah dengan memperhatikan “jarak aman” dan tidak perlu mengejar keutamaan (sesudah fajar sebelum pelaksanaan Shalat ‘Id) jika pada akhirnya justru mendatangkan kesulitan dan keluar batas waktu. Wallaahu a’lam. 


Sabtu, 17 Oktober 2015

Islam melarang umatnya menyelisihi para ulama –apalagi dengan mengeluarkan pendapat – pendapat aneh yang tidak ada dasarnya Al Qur’an dan hadist

Oleh: Ahmad Zain An Najah

SERING kita saksikan, khususnya di jejaring sosial, sebagian orang berani melecehkan para ulama dan tidak menghormati hujah mereka.

Fenomena ini adalah salah satu tanda akhir zaman, padahal dalam Islam para ulama mendapatkan kedudukan yang sangat terhormat sekali. Diantaranya adalah apa yang disebutkan Allah Subhanahu Wata’ala dalam salah satu firman-Nya :

ÙŠَا Ø£َÙŠُّÙ‡َا الَّذِينَ آمَÙ†ُوا Ø£َØ·ِيعُوا اللَّÙ‡َ ÙˆَØ£َØ·ِيعُوا الرَّسُولَ ÙˆَØ£ُولِÙŠ الْØ£َÙ…ْرِ Ù…ِÙ†ْÙƒُÙ…ْ

”Wahai orang-orang beriman taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rosul-Nya dan ulil amri di antara kamu.” (Qs. An-Nisa’ : 59)

Dalam ayat tersebut, Allah Subhanahu Wata’ala memerintahkan orang-orang yang beriman untuk mentaati Allah , Rosul-Nya dan ulil amri. Hanya saja ketaatan kepada Allah dan Rosul-Nya adalah ketaatan mutlak, sedangkan ketaaatan kepada ulil amri tergantung kepada ketaatan mereka kepada Allah dan Rosul-Nya. Adapun maksud dari ulil amri dalam ayat tersebut menurut Ibnu Abbas ra, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Thobari dalam tafsirnya adalah para pakar fiqh dan para ulama yang komitmen dengan ajaran Islam. Sedangkan Ibnu Katsir berpendapat bahwa ulil amri di atas mencakup para ulama dan umara (pemimpin).
Jika ulama setia pada perjuangan menegakkan cita-cita mulia para anbiya, pasti para penguasa tak akan memandang mereka hina!

Oleh: Dr. Adian Husaini

PEMBUKAAN UUD 1945 menegaskan: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur…”.  Rumusan itu sungguh indah; sesuai dengan rumusan aqidah ahlus sunnah; memadukan aspek rahmat Allah dan usaha manusia. Bangsa Indonesia berjuang merebut kemerdekaan dan kita mengakui, bahwa Allah Subhanahu Wata’ala adalah yang menganugerahi kemerdekaan. Pengakuan itu kita letakkan dalam Pembukaan Konstitusi, dan biasanya dibaca setiap upacara bendera.

Dengan pemahaman seperti itu, sepatutnya bangsa Indonesia, dan kaum Muslim khususnya, tidak boleh merasa angkuh, bahwa kemerdekaan itu diraih semata-mata karena usaha perjuangan rakyat Indonesia. Tapi, kemerdekaan adalah anugerah Allah, sehingga kemerdekaan kita pahami sebagai nikmat dari Allah yang wajib kita syukuri. Syukur, maknanya, menggunakan nikmat itu sesuai dengan Yang Memberi Nikmat; bukan menurut hawa nafsu kita. Semoga kita dan para pemimpin kita sadar akan makna penting dari kemerdekaan.

Rumusan penting itu memang  dihasilkan dari goresan tinta ulama dan cendekiawan Muslim yang berunding dalam Panitia Sembilan dalam BPUPK tahun 1945 yang menghasilkan dokumen sejarah penting, yaitu Piagam Jakarta.  Syukurlah, rumusan “Atas berkat rahmat Allah… “ itu tidak dituntut untuk dicoret sebagaimana rumusan tujuh kata “(Ketuhanan)… dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”

Minggu, 12 Juli 2015

Bulan Ramadhan 1436 H sudah memasuki masa akhir, dan seperti biasa di media sosial atau media cetak ramai mengangkat isu tentang penentuan 1 Syawal atau Idul Fitri, yang lazim di Indonesia baru dapat diketahui melalui sidang itsbat yang akan digelar oleh Kementerian Agama RI pada tanggal 29 Ramadhan 1436 H. Bahkan, polemik tentang penentuan bulan hijriyah pun menjadi inspirasi bagi sineas Indonesia untuk membuat sebuah film yang berjudul “Mencari Hilal”. 

Seperti biasa terjadi di negeri kita, seperti menjadi rutinitas tahunan dengan hampir tibanya perayaan-perayaan hari besar, maka sejalan juga dengan hadirnya pertanyaan “Kapan Lebaran (Idul Fitri) ?”.  Kembali kepada judul diatas yang juga selaras dengan pertanyaan masyarakat menjelang akhir Ramadhan, maka jawaban yang paling tepat adalah bahwa Idul Fitri jatuh pada tanggal 1 Syawal. Namun, yang kita ketahui mengapa sering terjadi perbedaan Idul Fitri dan bulan hijriyah lainnya, jawaban yang simpel adalah karena tanggal 1 Syawal nya berbeda-beda.

Mengapa bisa terjadi perbedaan, dari banyak aspek terkait perbedaan penetapan bulan hijriyah khususnya Ramadhan-Syawal-Dzulhijjah, yang menjadi penentu perbedaan adalah bukan lagi antara “mazhab” rukyat dan “mazhab” hisab” walau masih ada juga yang benar-benar meganut rukyat murni seperti NU yang menjadikan hasil rukyat sebagai penentu masuk tidaknya bulan baru dengan dibantu/dibimbing oleh data astronomis, perbedaan juga terjadi karena kriteria yang dipegang  dalam menentukan masuknya bulan baru dalam menginterpretasi data astronomis seperti Pemerintah melalui Kemenag RI dengan IR 2-3-8 (IR MABIMS), Muhammadiyah dengan kriteria Wujudul Hilal, dan PERSIS dengan IR 4-6,4 (IR LAPAN).

Di Indonesia sendiri, sering dikaitkan bahwa perbedaan terjadi antara Muhammadiyah yang berpedoman kriteria wujudul hilal dan NU yang berpedoman kepada hasil rukyat, mengingat dua ormas Islam ini secara kuantitatif merupakan representasi umat Islam di Indonesia, maka perbedaan penetapan antara kedua ormas Islam ini menjadi penting dan penentu bagi umat Islam di Indonesia, selain keputusan sidang itsbat yang digelar oleh Kementerian Agama. Pemerintah sendiri melalui Kementeria Agama dalam menentukan bulan hijriyah khususnya Ramadhhan-Syawal-Dzulhijjah berpedoman pada kriteria Imkanur Rukyat MABIMS atau sering di istilahkan IR 2-3-8. Selain dua ormas Islam diatas, ada PERSIS (Persatuan Islam) yang menggunakan kriteria Imkanur Rukyat LAPAN  atau sering di istilahkan sebagai IR 4-6,4. 

Minggu, 05 Juli 2015

Dari Aisyah bahwa Rasulullah s.a.w. pada suatu malam (di bulan Ramadhan) mendirikan sholat, lalu datang orang-orang pada berikutnya (ingin sholat bersama beliau). Kemudian datanglah malah ketiga atau keempat dan orang-orang pun sudah berdatangan, namun beliau tidak keluar. Saat pagi datang beliau bersabda:"Aku telah melihat yang kalian lakukan, dan aku tidak keluar karena aku takut sholat itu nantinya diwajibkan kepada kalian". (H.R. Muslim).

Dari Abdurrahman bin al-Qari berkata" suatu malam di bulan Ramadhan aku berjalan bersama Umar bin Khattab melihat-lihat masjid, lalu beliau melihat orang-orang berbeda-beda dalam mendirikan sholat (sunnah), sebagian sholat sendiri, sebagian sholat bersama kelompok kecil. Lalu Umar berkata: "Aku melihat seandainya mereka dikumpulkan di belakang satu qari (pembaca Qur'an) tentu lebih baik. Lalu beliau menganjurkan agar semua sholat di belakang Ubay bin Ka'ab. Kemudian aku keluar bersama Umar pada malam lain dan orang-orang sudah sholat berjamaah di belakang imam satu, lalu Umar berkata:"Inilah sebaik-baik bid'ah, dan sholat yang mereka tinggalkan untuk tidur tetap lebih baik dibandingkan dengan sholat yang mereka dirikan" (maksudnya sholat malam di akhir malam lebih utama dibandingkan dengan sholat di awal waktunya). R. Bukhari dan Muslim.

Hadist di atas merupakan salah satu dalil sholat tarawih. Tarawih merupakan kata plural dari raahah yang artinya istirahat. Konon disebut sholat tarawih karena pada saat umat Islam melaksanakan sholat tersebut secara berjamaah, mereka malakukan istirahat setiap dua kali salam. Sholat tarawih hukumnya sunnah muakkadah pada malam bulan suci Ramadhan.

Business

Business

BTemplates.com

Sports
Diberdayakan oleh Blogger.

Comments

Recent

Bottom Ad [Post Page]

Search

Find Us On Facebook

Advertisement

Ads

Featured Video

Video Example

Subscribe Us

Video Of Day

Video Example

Text Widget

Sample Text

About Me

Foto saya
Alumni UMSIDA, sekarang berkhidmat sebagai Guru Madrasah Pinggiran

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Footer Logo

Footer Logo

YOUR PERFECT STYLE

Nam eget nisi mauris. Donec purus lacus, congue eget tortor sed, dapibus pretium ante

Breaking News

Sponsor

Ads

Full width home advertisement

BTemplates.com

Ads

Flickr Images