Mustofa Bisri. TEMPO/Dimas Aryo
TEMPO.CO , Jakarta
- Musthofa Bisri, ulama, Wakil Rais Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama,
juga sering dakwah melalui media sosial. Melalui akunnya di Twitter
@gusmusgusmu 8 Juli 2013, beliau bertutur soal Bulan Ramadan:
Setiap menjelang Ramadan dan Idul Fitri, saya selalu menerima pertanyaan tentang kapan hari/tanggal mulai puasa dan kapan 1 Syawal. Dan, setiap kali selalu diulang-ulang pembicaraan soal hisab dan ru'yah. Seolah-olah itu merupakan rukunnya (menjelang) Ramadan dan Idul Fitri.
Yang jarang, atau malah tak pernah dibicarakan, justru mengenai siapakah yang berwenang menetapkan awal Ramadan dan awal Syawal itu. Apakah organisasi keagamaan berhak menetapkan atau tidak? Bila pemerintah (imam) yang berwenang menetapkan, mengapa ormas boleh menetapkan lain?
Setiap menjelang Ramadan dan Idul Fitri, saya selalu menerima pertanyaan tentang kapan hari/tanggal mulai puasa dan kapan 1 Syawal. Dan, setiap kali selalu diulang-ulang pembicaraan soal hisab dan ru'yah. Seolah-olah itu merupakan rukunnya (menjelang) Ramadan dan Idul Fitri.
Yang jarang, atau malah tak pernah dibicarakan, justru mengenai siapakah yang berwenang menetapkan awal Ramadan dan awal Syawal itu. Apakah organisasi keagamaan berhak menetapkan atau tidak? Bila pemerintah (imam) yang berwenang menetapkan, mengapa ormas boleh menetapkan lain?
Inilah yang sering dilupakan orang. Negara kita ini sudah disepakati sebagai bukan negara agama dan bukan negara sekuler. Karena bukan negara agama, pemerintah tidak bisa bertindak 100 persen sebagai imam dalam pengertian fikih. Pemerintah tidak bisa melarang ormas keagamaan mengikuti penetapannya. Sebaliknya, karena bukan negara sekuler, pemerintah ikut juga mengurusi soal agama sebatas dimungkinkan.
Jadi, dalam hal ini, jangan disamakan dengan negara-negara Islam atau yang menggunakan fikih murni. Di negara-negara semacam itu, tidak pernah terdengar ada perbedaan. Mengapa? Karena di negara-negara tersebut hanya mengikuti penetapan dari yang berwenang, yakni pemerintah. Begitu pemerintahnya menetapkan, orang tinggal melaksanakan.
Meski seandainya hisab dianggap bid'ah dan ru'yah dianggap kuno, menurut keyakinan saya, Allah tidak mempersoalkan hamba-Nya yang berpuasa dan ber-id berdasarkan hisab ataupun yang berpuasa dan ber-id berdasarkan ru'yah. Allah tahu semata semua mereka itu hanya ingin menjalankan ibadah secara benar.
Seperti yang selalu saya katakan, puasa dan Idul Fitri itu hak Allah. Sedangkan Allah itu syakur. Asalkan kita sudah usaha sungguh-sungguh menjalankan perintah dan tidak berniat melawan, Ia Insya Allah akan menerima. Sangat ironis bila Allah berkehendak meringankan kita, justru kita ingin memperberatkannya.
sumber : http://ramadan.tempo.co/read/news/2013/07/12/153495695/Gus-Mus-Bicara-Soal-Hisab-dan-Ruyah
0 Comments:
Posting Komentar